DAFTAR ISI :
ISI HALAMAN
BAB I : SEJARAH SOSIAL HUKUM
ISLAM DAN DINAMIKA FIQH …………………………………………………….. 3
1.
Kesimpulan ……………………………………………………………………………………………………………………………….. 3
2.
Pandangan penulis mengenai BAB I ………………………………………………………………………………………….. 5
BAB II : PERKEMBANGAN HUKUM
ISLAM PADA ZAMAN RASULULLAH SAW………………………………… 6
1.
Kesimpulan ……………………………………………………………………………………………………………………………….. 6
2.
Pandangan penulis mengenai BAB II …………………………………………………………………………………………. 7
BAB III : HUKUM ISLAM PERIODE
KHULAFARASYIDIN……………………………………………………………………. 7
1.
Kesimpulan ………………………………………………………………………………………………………………………………… 7
2. Pandangan penulis mengenai BAB III
………………………………………………………………………………………… 8
BAB IV : MAZHAB SAHABAT SEBAGAI
PRODUK IJTIHAD………………………………………………………………… 8
1. Kesimpulan
……………………………………………………………………………………………………………………………….. 8
2. Pandangan penulis mengenai BAB IV
………………………………………………………………………………………… 10
BAB V : IJTIHAD MAZHAB SAHABAT……………………………………………………………………………………………….. 10
1. Kesimpulan
……………………………………………………………………………………………………………………………….. 10
2. Pandangan penulis mengenai BAB V
…………………………………………………………………………………………. 11
BAB VI : METODE IJTIHAD MAZHAB
SAHABAT ………………………………………………………………………………. 11
1.
Kesimpulan ………………………………………………………………………………………………………………………………… 11
2.
Pandangan penulis mengenai BAB VI ………………………………………………………………………………………… 12
BAB VII : PERSAMBUNGAN IJTIHAD SAHABAT DENGAN
PEMIKIRAN MAZHAB HUKUM ISLAM
PADA ABAD KE-II DAN KE-III
HIJRIAH …………………………………………………………………………………………….. 12
1
Kesimpulan ……………………………………………………………………………………………………………………………….. 12
2. Pandangan penulis mengenai BAB VII ……………………………………………………………………………………….. 14
BAB VIII : HUKUM ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH …………………………………………………………………. 14
1
Kesimpulan ………………………………………………………………………………………………………………………………… 14
2. Pandangan penulis mengenai BAB VIII
……………………………………………………………………………………… 15
BAB IX : HUKUM ISLAM PADA MASA DINASTI ABBASIYYAH (750 – 1250)……………………………………… 16
1
Kesimpulan ………………………………………………………………………………………………………………………………… 16
3.
Pandangan penulis mengenai BAB IX ……………………………………………………………………………………….… 17
BAB X : SEJARAH SOSIAL HUKUM ISLAM DI INDONESIA ………………………………………………………………... 17
1
Kesimpulan ………………………………………………………………………………………………………………………………… 17
2. Pandangan penulis mengenai BAB X …………………………………………………………………………………………. 18
BAB XI : PEMBARUAN HUKUM ISLAM SEBUAH NISCAYAAN SEJARAH ………………………………………….. 18
1
Kesimpulan ………………………………………………………………………………………………………………………………… 18
2. Pandangan penulis mengenai BAB XI
………………………………………………………………………………………… 19
“orang kaya mati, orang miskin mati, raja-raja mati,
para prajurit mati, orang tampan mati, orang cantik mati, semuanya mati,
nggak ada yang nggak mati”
(secuil
senandung dalam “Mak Ijah Pengen ke Mekkah” sinetron SCTV )
Kesimpulan BAB I dan pandangan penulis mengenai BAB I :
1.
Kesimpulan :
BAB
I : SEJARAH
SOSIAL HUKUM ISLAM DAN DINAMIKA FIQH
A. Pengertian
Sejarah Sosial Hukum Islam
Sejarah
sosial hukum islam merupakan disiplin dan kajian keilmuan yang relatif baru
jika dibandingkan dengan sejarah pembentukan dan perkembangan hukum Islam
sebagai kakak kandungnya. Dalam kajian ‘ulum
AL-Quran dikenal ilmu asbab an-nuzul,
dalam kajian hadis dikenal ilmu asbab
al-wurud dan dari tarikh At-Tasyri’
Al-Islami lahir sejarah sosial hukum
islam, yaitu kajian hukum islam ditinjau dari aspek sejarah sosialnya. oleh
karena itu, ilmu asbab an-nuzul, asbab
al-wurud, dan sejarah sosial hukum islam mempunyai kaitan yang sangat erat.
B. Terminologi
Fiqh, Syariat, dan Tasyri’
Makna
harfiah syariat adalah jalan menuju sumber kehidupan. Syariat adalah rujukan
tindakan umat Islam dalam beragama yang erat hubungannya dengan masalah akidah,
ibadah dan muamalah. Secara etimologi, syariat berarti jalan yang dilalui air
untuk diminum atau tangga tempat naik yang bertingkat-tingkat.
C.
Hukum Islam: Persamaan dan Perbedaan dengan Hukum Barat
Hukum
Islam dan hukum barat, keduanya bertujuan menciptakan tatanan kehidupan yang
teratur dan tertib, baik dalam hubungannya dengan kehidupan perseorangan maupun
kolektif. Selain itu keduanya merupakan ketetapan yang mengikat manusia untuk
melaksanakannya. Adapun segi-segi perbedaanya, diantaranya yang mendasar,
sebagai berikut.
1. Hukum islam merupakan bagian dari sistem dinul islam sehingga tidak dapat
dipisahkan dari aspek ajaran Islam yang lain, seperti ajaran tentang kenyakinan
(al-ahkam al-‘itiqadiyyah) dan ajaran
etika (ahkam al-khuluqiyyah).
Pelaksanaan hukum islam merupakan salah satu wujud nyata dari refleksi keimanan
seseorang kepada Allah, yang dalam proses pelaksanaan tetap berada dalam
bingkai akhlakul karimah.
2.
Sumber
hukum islam adalah Al-Quran (al-wahy
al-matluww) dan As-sunnah (al-wahy
ghair al-matluww) yang keduanya berasal dari wahyu.
3.
Karena
hukum islam sangat terkait dengan keimanan dan aspek-aspek lain dari ajaran
islam, konsekuensinya tidak berhenti pada pelaksanaannya di dunia, tetapi akan
tembus dan terus menentukan perjalanan kehidupan setiap orang di ahirat.
D.
DINAMIKA HUKUM ISLAM
Abd Al- Wahab
Khallaf mengemukakan lima karakteristik yang kandungan hukum islam
1.
Sempurna
Kesempurnaan dalam hukum
Islam dapat dilihat dari syariat Islam yamg diturunkan dalam bentuk umum dan permasalahannya
yang global.
2.
Universal
Syariat Islam bersifat
universal, meliputi seluruh alam tanpa batas, tidak dibatasi oleh wilayah dan
kawasan tertentu tidak seperti ajaran nabi terdahulu.
3.
Elastis dan dinamis
Syariat Islam bersifat
elastis, yang meliputi segala bidang dan lapangan kehidupan manusia.
Permasalahan kemanusiaan, kehidupan jasmani dan rohani, hubungan interaksi
sesama makhluk dengan Khalik, serta tuntutan hidup dunia dan akhirat terkandung
dalam ajarannya.
4.
Ta’abbudi dan Ta’aqquli
Syariat Islam dapat
dibedakan dalam dua bentuk, yaitu:
a.
Bentuk
ibadah yang fungsi utamanya mendekatkan manusia kepada Allah, yakni beriman
kepada-Nya dan segala konsekuensiny berupa ibadah yang mengandung sifat ta’abbudi murni.
b.
Bentuk mu’amalah yang didalamnya terkandung
sifat ta’aqquli. Ta’aqquli bersifat
duniawi yang maknanya dapat dipahami oleh nalar.
5.
Sistematis
Syariat Islam bersifat
sistematis, artinya ia mencerminkan sejumlah doktrinnya bertalian dan
berhubungan antara satu dan yang lainnya secara logis.
6.
Urgensi Studi Sejarah Sosial
Hukum Islam
Sangat diperlukan untuk
memahami situasi, kondisi, dan psikososial masyarakat pada saat turunnya
Al-Quran dan As-sunnah sebagai sumber hukum Islam.
7.
Fiqh Sebagai Kerangka Hukum
Islam
Sebagai sebuah produk nalar,
fiqh Islam tidak hanya melahirkan satu framwork
(kerangka kerja) bagi pemikiran hukum Islam dalam arti sempit, tetapi telah
memberikan kontribusi besar bagi kerangka perkembangan pemikiran Islam dalam
pengertian Islam yang lebih komprehensif.
8.
Filosofika Sumber Hukum Islam
Kesadaran dalam keimanan manusia terhadap
hukum-hukum yang diciptakan Allah dan ketaatan Allah sebagai Al-Hakim, yang
menciptakan hukum atau asy-Syari’ (pembuat Syara’).
Ada tigasumber hukum Islam yang paling
fundamental, yaitu:
1.
Berkaitan
dengan wujud Allah yang merupakan Dzat pembuat hukum bagi manusia;
2.
Tema tentang
wahyu Al-Quran dan As-Sunnah yang menjadi sumber rujukan tertulis bagi pelaku
hukum Islam
3.
Tema tentang fungsi akal dalam memahami dan melakukan panggilan hukum
islam dari Al-Quran dan As-Sunnah.
9.
Wahyu Sebagai Sumber hukum Islam Wahyu Al-quran
Hal
terpenting dari segala yang penting setelah meyakini bahwa sumber utama hukum
Islam adalah Al-Hakim atau Asy-Syari’ yang menciptakan atau menurunkan hukum
Syara’, adalah meyakini yang diciptakan dan diturunkan-Nya merupakan wahyu yang
terbebas dari campur tangan makhluk-Nya. Wahyu yang dijaga dan dipelihara
langsung oleh Al-Hakim.
10. Sumber
Hukum Kedua (As-Sunnah)
Membahas As-Sunnah adalah
membahas Nabi Muhammad SAW. Sebagai
Rasul terakhir yang menerima risalah ajaran tauhidulah setelah berakhirnya masa
jabatan kerasulan Nabi Isa a.s. yang telah diutus oleh Allah SWT. Untuk bangsa
Nasrani membicarakan As-Sunnah adalah membicarakan lahirnya As-Sunnah yang
sebelumnya diketahui melalui Al-Hadits atau Al-Khabar.
11. Fungsi Akal
dalam Penggalian Hukum Islam
Meskipun
telah terdapat wahyu Al-Quran dan As-Sunnah, sebagai wahyu yang matlu, dalam realitasnya, peran akal
tidak dapat diabaikan. Bahkan kaum Mu’tazilah meyakini bahwa akal dapat
menentukan baik dan buruk, memilih dan memutuskan meskipun tanpa wahyu. Sebelum
para nabi diutus serta wahyu diturunkan, akalah yang membedakan kualitas
manusia.
2. Pandangan
penulis mengenai BAB I :
Bagaimanakah kita memahami Hukum, Fiqh dan
Syari’at Islam barangkali tiga kata inilah yang akan menjadi bingkai kajian
yang menarik kepada arah pengertian lalu pemahaman mengenai letak persamaan dan
perbedaan dari Hukum, Fiqh dan Syari’at Islam. Dalam perkembangannya masalah
Hukum, Fiqh dan Syari’at Islam menjadi ramai dibicarakan oleh publik di
Indonesia. Apalagi pada pasca krisis ekonomi 98 isyu tentang penegakan Syari’at
Islam di Indonesia menjadi branding yang begitu meluas spektrumnya.
Namun seiring dengan semakin gencarnya opini
yang dihembuskan terkait isyu Syari’at Islam maka implementasi nilai-nilai
Syari’at dalam kehidupan tidak memperlihatkan seperti apa yang diharapkan.
Banyaknya kasus korupsi yang menerpa tokoh-tokoh dari Partai Islam mengakibatkan
keraguan kepada simbol-simbol yang memakai atribut agama Islam.
Beberapa topik pembicaraan digelar dengan topik
yang tetap mengetengahkan penegakan Syari’at Islam berikut komitmennya untuk
diterapkan ditengah-tengah masyarakat juga yang paling utama diterapkan kepada
komitmen pribadi.
Oleh karena itu dengan semakin menurunnya
intensitas publik untuk meramaikan kepada isyu penegakan Sari’at Islam bolehlah
kita kembali dulu untuk mengkaji dan mempelajari Syari’at, Fiqh dan Hukum Islam
ini secara lebih mendasar.
Maka ada empat kerangka fundamen ( Pengertian
Sejarah Sosial Hukum Islam, Terminologi Fiqh dan Tasyyri ) yang harus dilalui
berikut dengan sub kerangkanya yang diperinci beberapa point demi untuk
mendekati pemahaman kepada konteks persoalan Syari’at, Fiqh dan hukum Islam.
Kesimpulan BAB II dan pandangan penulis :
1.
Kesimpulan :
BAB II : PERKEMBANGAN HUKUM
ISLAM PADA ZAMAN RASULULLAH SAW.
A.
Sekilas tentang Arab Pra-Islam
Sejarah bangsa Arab sebelum
datangnya Islam tidak dapat diketahui dengan tepat dan pasti. Hal ini
disebabkan dua hal. Pertama, mereka tidak memiliki kesatuan politik karena
sebagian besar penduduknya merupakan kelompok-kelompok yang suka berpindah-pindah
tempat (nomaden). Walaupun terdapat kepemimpinan politik, yang ada hanyalah kepemimpinan
politik suku.
B.
Sekilas tentang Kehidupan Muhammad
Di tengah-tengah masyarakat
arab Jahiliyah yang digambarkan dalam Al-Quran sebagai masyarakat yang berada
dalam kondisi al-dhulumat “kegelapan”
akidah dan akhlak, munculah Muhammad, utusan Allah, dengan membawa misi
penyelamatan terhadap masyarakat Arab dari kegelapan akidah yang mempercayai
banyak tuhan (politeis) menuju tauhid
(monoteis) dengan formulasi La Ilaha Illa Allah, tiada Tuhan
melainkan Allah yang mengetahui tingkah laku manusia dan di akhirat akan
membalas manusia sesuai dengan perbuatan sewaktu hidup di dunia.
C.
Misi Nabi Muhammad SAW
1.
Periode Mekah
Para ahli sejarah Islam
sepakat bahwa misi Muhammad dalam menyebarkan islam dibagi dalam dua periode,
yaitu pertama, periode ketika masih
berada di mekah, disebut periode mekah, dan kedua,
periode sejak ia berhijrah ke Madinah hingga akhir hayatnya disebut periode
Madinah.
2.
Periode Madinah
Ketika nibi tiba di Madinah,
Masyarakatnya terbagi dalam berbagai golongan (kelompok). Salah satunya
Kelompok Muhajirin, yakni orang-orang mukmin yang meninggalkan tanah kelahiran
mereka (Mekah) dan turut berhijrah ke madinah.
3.
Sumber atau Dalil Hukum Islam pada Zaman Rasulullah
Kata “sumber” merupakan terjemahan dari kata bahasa Arab mashdar. Bentuk jamaknya mashadir. Kata “sumber” dalam kontek
hukum Islam hanya digunakan oleh sebagian kecil penulis kontemporer, sebagai
ganti dari istilah hukum islam.
Dalil hukum Islam berikut pengertiannya
dibagi dua macam, yaitu:
1.
Sumber formal
(asli), yaitu barasal dariwahyu (syariat), baik berasal dari nash Al-Quran
maupun Al-Sunnah;
2.
Sumber assesoir ( tambahan), yaitu berasal dari
ijtihad para fuqaha, seperti ijma’, qiyas dan lainnya.
4.
Aspek Sejarah
Sosial Hukum Islam dalam Al-Quran
Kajian khusus mengenai sejarah sosial yang
ikut andil dalam kelahiran dan pembinaan hukum Islam adalah ilmu asbab an-nuzul. Ilmu ini sangant penting
untuk memahami tafsir dan kandungan Al-Quran dengan benar. Sebab, dengan ilmu
ini faktor-faktor sosio-historis yang melatarbelakangi turunnya Al-Quran yang
menjelaskan hukum tertentu dapat diketahui dengan pasti dan dapat dipahami
maksud-maksud yang terkandung dalam penetapan hukum tersebut (maqashid asy-syari’ah).
5.
Fenomena Ijtihad Rasulullah
Para ulama memberi pendapat mengenai hal
ini. Sebagian ulama Asy’ariah dan kebanyakan ulama Mu’tazilah berpendapat bahwa
Nabi SAW. Tidak boleh dan tidak perlu melakukan ijtihad terhadap sesuatu yang
tidak ada nash-nya, untuk menetapkan
halal dan haram.
6.
Pemegang Kekuasaan Tasyri’ Masa Rasulullah
Kekuasaan tasyri’,
yaitu pembentukan kekuasaan perundang-undangan atau hukum pada periode ini ada
ditangan Rasulullah SAW. Tidak seorangpun umat Islam selain beliau yang dapat
membentuk atau menetapkan hukum terhadap suatu permasalahan, baik secara
individu maupun secara institusi kolektif. Rasulullah SAW. Masih berada ditengah-tengah mereka sebagai
rujukan dan acuan pokok sehingga tiap ada permasalahan dikembalikan kepada
beliau.
2.
Pandangan penulis mengenai BAB II
:
Disamping pentingnya harus berangkat dari pemahaman
mendasar tentang persoalan Fiqh, Hukum dan Syari’at Islam juga bagaimana kita
harus melakukan kajian terhadap aspek geologis, geopolitik serta karakter peradaban masyarakatnya kedalam konteks
dimana Islam ini diturunkan harus dilakukan.
Hal ini sangat penting karena kelengkapan
pengetahuan tidak hanya pada aspek Lughowi ( bahasa ) tapi juga pendekatan
melalui kerangka lainnya perlu diupayakan demi sempurnanya arah perjalanan
kepada tingkat pemahaman tertentu.
Ada pelajaran penting dari Alloh SWT yang
hendak diturunkan kepada manusia itu sehingga kita memahami bahwa ada kedekatan
yang sangat luar biasa antara manusia sebagai mahluk dan Alloh SWT sebagai
penciptanya ( Al-Khalik ).
Kesimpulan dan pandangan penulis mengenai BAB
III :
1.
Kesimpulan :
BAB III : HUKUM ISLAM PERIODE
KHULAFARASYIDIN.
A.
Situasi Politik Periode Khulafa Rasyidun
Periode sahabat dimulai
sejak wafatnya Rasulullah pada 11 Hijriah sampai akhir abad pertama hijri tasyri’iy (kekuasaan
perundang-undangan). Diantara mereka ada yang hidup puluhan tahun dari abad
pertama hijri, seperti anas bin malik yang wafat pada 93 H. Disebut periode
sahabat karena kekuasaan
perundang-undangan dimotori oleh para tokoh sahabat.
B.
Kondisi Hukum Islam Periode Khulafa Rasyidun
Dalil atau sumber hukum
Islam pada periode Nabi SAW. Adalah Al-Quran dan As-Sunnah, ditambah dengan
ijtihad Nabi SAW. Pada periode itu, Al-Quran dan As-Sunnah merupakan duan referensi utama dalam
menetapkan hukum. Akan tetapi, setelah Nabi SAW. Wafat, selain wahyu terhenti
orang yang memiliki otoritas mutlak dalam menjelaskan wahyu juga telah tiada.
C.
Ragam Hukum pada Masa Sahabat
Perbedaan pendapat
(ikhtilaf) merupakan salah satu dari fitra manusia. Ikhtilaf dalam persoalan
agama telah ada sejak zaman Nabi, bukan sejak zaman sahabat Nabi, sebagai mana
pendapat beberapa pakar hukumIslam Kasus dua orang sahabat yang tengah dalam
perjalanan, lalu tiba waktu shalat, sedangkan keduanya tidak mendapatkan air
wudu. Mereka bertayamum dan shalat bersama-sama. Setelah itu mereka menemukan
air wudu dan waktu shalat belum habis. Salah seorang diantaranya ber ijtihad
untuk berwudu dan mengulagi shalatnya, sedangkan teman yang lain juga
berijtihad bahwa salatnya itu sah dan tidak perlu mengulangi nya. Ketika
keduannya tiba di Madinah dan melaporkan pengalaman perjalananya. kepada
sahabat yang mengulangi shalatnya, Nabi SAW.
Bersabda, “kamu memperoleh dua pahala” lalu kepada
sahabatnya yang tidak mengulangi shalatnya, beliau berkomentar, “ kamu sudah sesuai dengan sunah”.
2.
Pandangan penulis mengenai BAB
III :
Islam sebagai fondasi kehidupan harus diartikan menyeluruh baik itu
berhubungan sebagai fungsi yang menuntun kepada implementasi diberbagai sendi
kehidupan dan juga sebagai pembentuk arah peradaban umat manusia.
Pada
aspek pemerintahan, Islam memberikan tuntunan tentang bagaimana menjalankan dan
mengelola soal-soal kepemerintahannya. Sehingga turunan pemerintah kepada
masyarakat Islam maka masyarakat Islam yang diatur berdasarkan ajaran Islam
akan menjadikan tercptanya masyarakat yang memiliki karakter dan ciri
tersendiri jika dibandingkan dengan masyarakat yang terbentuk tanpa konsepsi
ajaran Islam dan disebut dengan masyarakat yang berperadaban Islam.
Kesimpulan dan pandangan penulis mengenai
BAB IV.
1.
Kesimpulan :
BAB IV : MAZHAB SAHABAT SEBAGAI
PRODUK IJTIHAD.
Dalam
kajian ilmu ushul fiqh, istilah mazhab sahabat diduga kuat baru muncul pada
abad kedua Hijriah. Pada periode sahabat, istilah mazhab sahabat belum dikenal.
Para sahabat tidak pernah mengklaim hasil ijtihadnya sebagai sebuah mazhab
fiqh. Dapat dikatakan bahwa terminologi tersebut muncul kemudian dapat
merupakan karya para ahli hukum Islam yang telah melakukan penelitian dan mempelajari praktik-praktik
ijtihad pada masa sahabat, termasuk praktik kaum muslim terdahulu.
A.
Pengertian Mazhab Sahabat
Istilah
mazhab sahabat yang dimaksud dalam pembahasan ini mencangkup qawl shahabi (pendapat sahabat), fiqh
sahabat dan fatwa sahabat.
1.
Mazhab sahabat
Mazhab sahabat terdiri dalam dua kosa kata, yaitu mazhab dan sahabat.
Secara bahasa mazhab berarti tempat berpergian, aliran dan paham. Mazhab juga
diartikan sebagai “pendirian, jalan atau
sistem dan sumber atau pendapat yang kuat”.
2.
Fiqh Sahabat
Arti fiqh secara bahasa
adalah pemahaman dan pengetahuan tentang sesuatu. Dalam pengertian ini, kata
fiqh dan kata paham adalah sinonim.
3.
Fatwa Sahabat
Fatwa sahabat diduga muncul
lebih awal dibanding fiqh dan mazhab sahabat. Hal ini terdapat dalam beberapa
karya fiqh yang menggunakan istilah fatwa terhadap sahabat, khususnya apabila
pendapat itu bersumber dari satu orang sahabat.
B.
Faktor-faktor kemunculan Fiqh Sahabat
Secara umum, ada dua faktor
utama yang jadi penyebab munculnya fiqh sahabat, yaitu akibat perluasan Wilayah
Islam dan munculnya persoalan-persoalan baru, sementara teks-teks syariat telah
berhenti (terbatas).
1.
Ekspansi Wilayah Islam
Para sahabat nabi tidak
hanya berfungsi sebagai pelestari tradisi Rasulullah dalam aspek ibadah dan
kehidupan keagamaan, tetapi juga dalm
mengemban dakwah, sosial masyarakat, dan politik.
2. Persoalan
Baru dan Terbatasnya Teks Syariat
Konsekuensi logis dari
meluasnya kekuasaan Islam adalah munculnya persoalan baru yang belum dihadapi
oleh para sahabat. Persoalan tersebut dikarenakan adanya kontak dengan
kebudayaan.
C.
Kehujjahan Mazhab Sahabat
Merupakan salah satu dalil
hukum Islam dalam urutan sumber ijtihad yang disepakati oleh hampir seluruh
ulama fiqh. Hal ini dapat dipahami karena para ulama akan mengalami kesulitan
dalam memahami pernyataan dan sunnah Nabi tanpa melalui para sahabat.
2. Pandangan
penulis mengenai BAB IV :
Kajian Mazhab dalam konteks persoalan Hukum,
Syari’at dan Fiqih Islam memang sangat diperlukan. Terutama untuk menambah
wawasan khazanah Ke- Islaman juga untuk pendalaman mengenai studi perkembangan
agama Islam keseluruh dunia.
Orang banyak beranggapan mengenai Islam hanya
dari aspek ibadahnya saja. Tidak dalam konteks ke-Ilmuan yang lebih umum.
Padahal justru Islam telah mempersembahkan berbagai rona Tarbiyyatul Islamiah
yang demikian kompletnya. Pencerahan harus dilakukan agar pandangan orang
diluar Islam bahkan didalam itu sendiri tidak memiliki kesempitan pandangan
mengenai dunia Islam.
Banyak orang harus tertarik untuk mempelajari
mengenai dunia Islam apalagi didalamnya umat islam bisa belajar mengnai aspek
ke-Mazhaban sehingga bisa mendalaminya untuk wawasan pengembangan dan pengetahuan
dunia Islam.
KESIMPULAN DAN PANDANGAN PENULIS MENGENAI BAB V
:
1.
Kesimpulan :
BAB V : IJTIHAD MAZHAB SAHABAT
A.
Pengertian ijtihad Sahabat
Sebagai satu tema yang akan
tetap relevan dengan konteks zaman, terminologi ijtihad akan ditemukan hampir diseluruh
kitab ushul fiqh. Ijtihad banyak didefinisikan ulama, mulai dari ulama klasik
sampai modern. Dalam tinjauan bahasa , kata ijtihad berasal dari kata “jahada”
artinya “mencurahkan segala kemampuan” atau “menanggung beban kesulitan”.
B.
Ijtihad Sahabat pada Masa Nabi
Masa Nabi adalah suatu masa
Nabi Muhammad SAW. Dan para Sahabat yang bermula sejak turunnya wahyu pertama
dan berakhir dengan wafatnya Nabi pada tahun 11 H. Era ini dalam kajian ilmu tarikh al-tasyri’ merupakan masa
pertumbuhan hukum Islam pertama dalam pengertian yang sebenarnya.
C.
Ijtihad Sahabat Pasca wafat
Nabi Muhammad
Dalam periodisasi sejarah tasyri’ Islam, periode sahabat sering
disebut periode kedua dari masa perkembangan tasyri’ Islam. Periode kedua ini bermula sejak wafatnya Nabi Muhammad
SAW. Pada tahun 11 H dan berakhir sampai pada tahun 41 H, yaitu ketika untuk
pertama kalinya kekhalifahan dikuasai
Dinasti Umayyah.
2.
Pandangan
penulis mengenai BAB V :
Karena pentingnya mempelajari Mazhab para Ulama
besar itu maka kita harus tahu apa itu kepentingan mempelajari Mazhab para
Ulama besar tersebut. Salah satu kepentingannya dari berbagai kepentingan
(keilmuan ) yang ada didalamnya adalah memiliki pengetahuan dibidang ijtihad
para alim ‘ulama tersebut. Seperti apakah...
Karena ini akan berhubungan dengan implementasi
nilai Fiqih, Hukum dan Syari’at dalam kehidupan sehari-hari.
BAB
VI : METODE IJTIHAD MAZHAB SAHABAT
Kesimpulan dan pandangan penulis mengenai BAB
VI :
1.
Kesimpulan :
A.
Sahabat dan Sumber Hukum
1. Penalaran
Sahabat terhadap Al-Quran
Sebagai catatan sejarah menyebutkan bahwa
ketika Al-Quran diturunkan, masyarakat arab dengan keadaan buta huruf. Walaupun
mayoritas buta huruf, kelebihan mereka adalah daya ingat yang sangat kuat,
mereka hafal ratusan bait syair, silsilah dan peristiwa-peristiwa penting yang
terjadi diantara mereka.
2. Penalaran
terhadap sunnah
Sunnah sebagai tradisi
Rasulullah, seperti yang difahami oleh kaum muslim belakangan, pada mulanya
merupakan perilaku aktual Rasulullah yang dilakukan berulang-ulang (secara nonverbal).
B.
Kerangka Umum Metode Ijtihad Sahabat
Beberapa metode ijtihad seperti, ijma’, qiyas, ishtishlah,
dan ishtisan yang menggunakan daya
nalar seorang mujtahid (ra’yu),
diduga kuat lahir sejak masa generasi sahabat. Paling tidak indikasi.
1. Penggunaan Ra’yu
Pada awal periode Islam,
kecenderungan pengguna ra’yu sebagai
alat ijtihad sudah menjadi fenomena tersendiri. Hal ini dimaklumi mengingat
salah satu alat pokok untuk melakukan ijtihad adalah ra’yu, secara bahasa ra’yu berarti
pendapat dan pertimbangan.
2. Pengguna
Metode Istishlah dalam Ijtihad Sahabat
Hampir sebagian besar
literatur fiqh serta sejarah tasyri’ Islam menyatakan bahwa pada prinsipnya,
metode istishlah jauh lebih dulu digunakan oleh para sahabat dalam melarikan
keputusan hukum, sebelum para ulama fiqh dan ushul merumuskannya secara
metodologi dan sistematis.
3. Qiyas dalam
Ijtihad Sahabat
Sebagai
satu piranti metodologi yang berfungsi untuk melakukan ijtihad dan membangun
sebuah paradigma hukum baru diluar ketentuan nash, qiyas pun tidak bisa dilepaskan dengan penggunaan ra’yu. Keduanya mempunyai keterkaitan
baik dalam tataran teoritis maupun praktis.
4. Pengguna Al-Ijma’ dalam Ijtihad Sahabat
Ijma’ salah satu dalil syariat atau metode
ijtihad selalu ditempatkan lebih awal daripada konsep qiyas.
5. Kecenderungan
Tekstual dan Kontekstual
Secara umum, ijtihad yang
terdapat dalam mazhab sahabat tidak keluar dari dua manhaj (sistem) pendekatan terhadap hukum, yaitu pendekatan naqli (nash syariat) dan pendekatan aqli (rasio).
C.
Pengaruh Mazhab Sahabat terhadap Ahli Ra’yu
Ahli ra’yu merupakan salah
satu mazhab fiqh yang pendapat-pendapatnya dalam menentukan persoalan hukum
lebih banyak menggunakan rasio daripada nash
hadis. Penamaan ahli ra’yu dan nama
ahli hadis seperti yang dibahas pada bab
sebelumnya, semata-mata untuk membedakan keduanya.
2.
Pandangan penulis mengenai BAB VI
:
Mazhab
dan para sahabat dua istilah penting yang masih aneh ditelinga ini, mungkin
juga orang lain seperti ini ( masih aneh mendengarnya ). Sahabat yang
dimaksudkan adalah para sahabat Nabi/ Rasulullah SAW. Tapi bisa jadi banyak
yang harus kita pelajari apalagi kita pahami sebab berbicara Islam tentunya
sangat luas sekali.
Kajian
mengenai para sahabat ini juga tentunya sangat menarik karena kajian ini akan mengingatkan
kita (umat Islam ) kepada pokok yang sangat penting terkait dengan pola Sunnah
yang akan melengkapi amal perbuatan kita sehari-hari.
Sebagai
pengikut Nabi SAW maka Umat Islam itu harus mengikuti apa yang telah
dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam amal dan prilakunya. Artinya kita Umat
Islam juga harus bisa menerapkan apa yang telah dilaksanakan terkait dengan
praktek-praktek Sunnah Rasul.
KESIMPULAN DAN PANDANGAN PENULIS MENGENAI BAB
VII :
1.
Kesimpulan :
BAB VII : PERSAMBUNGAN IJTIHAD SAHABAT DENGAN
PEMIKIRAN MAZHAB HUKUM ISLAM PADA ABAD KE-II DAN KE-III HIJRIAH
Abad kedua Hijriah merupakan
masa gemilang dalam bidang pemikiran hukum Islam hal ini dapat dilihat dari
munculnya berbagai tokoh hukum (fiqh) dan karya karyanya. Secara histiris,
masa-masa ini dapat ditelusuri sejak runtuhnya pemerintahan Bani Ummayyah
sekitar abad kedua Hijriah yang kemudian digantikan oleh penguasa Abbasiyyah.
A.
Situasi Keilmuan Abad Ke-2 dan Ke-3 Hijriah
Periode ini dimulai tahun
101 H dan berakhir tahun 200 H. Periode ini ada pada kekuasaan bani Ummayyah.
Khalifah permulaan abad ini adalah Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz (w 101 H). Tercatat
dalam sejarah masa paling stabil dan paling cemerlang sehingga menjadi embiro
dan aktor pendorong utama lahirnya karya-karya fiqh dikalangan fuqaha. Biografinya sedikit ditulis pada
bagian ini, mengingat ada korelasi positif bagi lahirnya sebuah bangunan fiqh
didunia islam.
B. Pengaruh
ijtihad Sahabat terhadap Empat Mazhab Hukum Islam
Untuk menelusuri empat
mazhab hukum Islam dengan sahabat, kita tidak dapat lepas dari satu generasi
pemikiran hukum, yaitu generasi tabi’in. Oleh larena itu, untuk mengetahui
persambungan ini , kita perlu menelusuri dari masa ini. Pada periode tabi’in, terdapat tiga pembagian wilayah
keilmuan dalam hukum Islam yang pewarisan tradisi ijtihad sahabat dan
penyebaran keilmuan fiqh menjadi sangat kuat, yaitu Hijaz, Irak, dan Syiria.
Jika Hijah memiliki dua mazhab, yaitu Mekah dan Madinah, Irak pun memiliki dua
mazhab fiqh, yaitu Kufah dan Bashrah.
C. Pengaruh
Fiqh Sahabat dalam Masalah Fiqhiyah
Pengaruh
pemikiran para sahabat terhadap imam mazhab tidak hanya terlihat pada
metodologi penggunaan ijtihadnya, tetapi juga dari berbagai persoalan tema fiqh
yang ada dikalangan mazhab.
1. Harta
Rampasan Perang (Ghanimah)
Harta rampasan perang
(ghanimah), dibagikan kepada prajurit perang sebesar empat perlima, sedangkan
sisanya seperlima diberikan untuk dana kesejahteraan lain ( untuk Allah dan
Rasul).
2. ‘Iddah Talak
Terjadi kesepakatan pendapat
dikalangan ulama sejak masa sahabat sampai mazahib
al-arba’ah tentang wajibnya ‘iddah bagi seorang wanita yang ditalak
suaminya. Kewajiban ini didasarkan pada Q.S Al-Baqarah ayat 228.
3. Maskawin
Istri yang Belum Dicampuri
Mahar merupakan pemberian
wajib dari seorang suami pada saat akad nikah. Ketika pembayaran mahar
dilakukan secara kontan, tentu tidak menjadi persoalan.
4. Distribusi
Zakat untuk Mu’allaf
Surat At-Taubah ayat 60
menyebutkan delaban golongan yang berhak mendapatkan zakat salah satunya mu’allaf.
5. Bacaan
Al-Fatihah Makmum dalam Shalat
Diantara rukun shalat adalah
membaca surat Al-Fatihah. Pandangan ini disepakati hampir seluruh ulama,
kecuali ulama Hanafi. Diantara mereka terjadi
perbedaan dalam hal kewajiban makmum untuk mengikuti bacaan yang
dilakukan imam.
2. Pandangan Penulis mengenai BAB VII :
Kajian terhadap Mazhab Hukum Islam ini apalagi
jika dikaitkan dengan Ijtihad para Sahabat Rasululloh SAW adalah kajian yang
sangat menarik karena memang masih terbilang langka kajian disiplin ilmu ini
terutama menyangkut ijtihad para Sahabat.
Apalagi pada pengembangan berikutnya kita akan
berbicara pula kepada aspek pendalamannya. Baik pendalaman berdasarkan ijtihad
para Sahabat maupun pendalaman kepada aspek Mazhab hokum Islam.
Namun menariknya adalah pada akhirnya kedua hasil pendalaman dua
persoalan itu bisa lebih memantapkan kajian lainnya yaitu kajian mengenai
Fiqih.
Kesimpulan dan pandangan penulis mengenai BAB
VIII :
1.
Kesimpulan :
BAB VIII : HUKUM ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH
A.
Situasi Politik pada Awal Masa Bani Umayyah
Masa khilafah rasydah berakhir pada 661 M, disambung dengan masa bani Umayyah. Masa ini dimulai dari 661
sampai dengan 750 M (kurang dari satu abad). Pemerintahan dinasti ini didirikan
oleh mu’awiyah ibn Abi sufyan, yang pada
masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib menjabat sebagai Gubernur Damaskus.
Naiknya Mu’awiyah ke tahta kedinastian Islam pertama dalam sejarah, dipicu oleh
kekisruhan politik yang terjadi menjelang berakhirnya khilafah rasydah pada masa Ali k.w. jika diruntut jauh kebelakang,
kekisruhan politik tersebut merupakan bom waktu yang meledak akibat ketidak
harmonisan, bahkan pertentangan antara Ali k.w. selaku khalifah dimadinah pada
satu pihak dan mu’awiyah yang secara de
jure sebagai Gubernur Damaskus, yang kemudian tidak mengakui kekhalifahan
Ali k.w.
B.
Kondisi Hukum Islam
Terlepas dari fenomena
siasat licik Mu’awiyah dalam ambisi kekuasaannya menuju tahta kedinastian bani
Umayyah, para ahli sejarah Islam telah mencatat dengan tinta emas tentang
keberhasilan Mu’awiyah dalam menjalankan roda kedinastiannya. Salah satu yang
paling menonjol adalah perluasan wilayah
kekuasaan Islam sampai ke Aljazair, Tunisia, dan Maroko, bahkan spanyol, pantai
Samudra Atlantik disebelah barat, Asia kecil, dan turki disebelah utara, dan
beberapa wilayah yang pernah menjadi negara bagian Uni Soviet (sekarang Rusia),
seperti Uzbekistan dan tabristan.
C.
Sumber Hukum Islam
‘Umur sulaiman Al-Asyqar
mengemukakan bahwa secara umum sumber hukum Islam pada masa ini tidak beranjak
jauh dari apa yang telah dilakukan para ulama terdahulu pada zaman sahabat.
Langkah-langkah yang meraka tempuh dalam
proses penetapan hukum adalah sebagai berikut.
1.
Mencari
ketentuan dalam Al-Quran.
2.
Mencari
ketentuan dalam As-Sunnah, jika ternyata tidak ditemukan dalam Al-Quran.
3.
Kembali
kepada pendapat sahabat, jika dalam Al-Quran dan As-sunnah tidak ditemukan.
4.
Melakukan
ijtihad apabila tidak menemukan pendapat sahabat.
Dengan demikian, dalil hukum
Islam pada masa bani Umayyah, yaitu : (1) Al-Quran, (2) As-Sunnah, (3) Ijma’, (4) Ijtihad/qiyas.
D.
Faktor yang Memengaruhi Perkembangan Hukum Islam
Selain perluasan wilayah
kekuasaan Islam dan semakin kompleksinya problem kehidupan umat, beberapa
faktor berikut juga telah ikut mendorong pesatnya perkembangan hukum Islam.
1. Faktor
personal mujtahid
Setiap mujtahid, baik yang
masuk kelompok ahlul hadis maupun ahlul ra’yi memiliki potensi intelektual,
mempunyai guru, hidup dalam lingkungan keluarga yang berbeda-beda, dan memiliki
kecenderungan subjektivitas yang beragam.
2. Faktor
Lingkungan Sosial
Hasil ijtihad seorang
mujtahid akan dipengaruhi oleh lingkungan sosial tempat ia bergaul.
3. Faktor
politik dan kehendak penguasa
Selain
faktor sosial, politik dan lingkaran kekuasaan juga berpengaruh terhadap besar
kinerja dan produkijtihad seseorang.
E. Pengaruh
Ahli Hadis dan Ahli Nalar terhadap Hukum Islam
Secara kewilayahan, sebagian
besar kelompok ahli hadis adalah para ulama yang ada dimadinah. Hal ini karena
alasan berikut. (1) madinah tempat tumbuh dan berkembangnya hadis sehingga
hampir semua ulama disana memiliki penguasaan dan pembendaharaan hadis yang
cukup. (2) madinah sebuah kawasan yang apabila dilihat dari aspek
sosio-kulturalnya belum mengalami kemajuan pesat. (3) Persoalan kehidupan yang
dihadapi masyarakat Madinah juga masih
relatif ringan dan sederhana.
2.
Pandangan penulis mengenai BAB
VIII :
Penerapan
Hukum Islam dalam berbagai aspek kehidupan sering diributkan orang apalagi
dalam konteks orang Indonesia. Kini hal-hal yang diributkan terkait dengan
masalah penerapan Hukum Islam ini banyak dipertanyakan orang apalagi pertanyaan
itu justru datang dari Umat Islam.
Pertanyaan
muncul kemudian kenapa hal ini bisa terjadi. Hal ini bisa terjadi karena
konteks penerapan Hukum Islam itu sendiri tidak pernah menjelaskan mengenai
contoh-contoh kesuksesan atas penerapan Hukum Islam dari adanya suatu
masyarakat yang terpimpin.
Masalahnya
adalah berapa banyak orang yang belajar mengenai contoh-contoh penerapan Hukum
Islam dimasyarakat dengan perbandingan masyarakat Islam yang dipimpin oleh
suatu pemerintahan berdasarkan babak periode waktunya.
KESIMPULAN DAN PANDANGAN PENULIS MENGENAI BAB
IX :
1.
Kesimpulan :
BAB IX : HUKUM ISLAM PADA MASA DINASTI ABBASIYYAH (750 – 1250)
A. Situasi
Politik pada Awal Pembentukannya
Dinasti Abbasiyyah lahir
dalam sejarah Islam dengan cara revolusi setelah berhasil menggulingkan
kekuasaan dinasti Umayyah. Ada beberapa faktor yang mendukung keberhasilan
pembentukan dinasti ini. Di antaranya meningkat kekecewaan kelompok wamalii’ terhadap dinasti bani Umayyah
pecahnya persatuan antar suku bangsa arab, dan timbulnya kekecewaan masyarakat
agamis dan keinginan memiliki pemimpin kharismatik.
B. Kondisi
Sosial dan Kemajuan Zaman Abbasiyyah
Khalifah merupakan kepala
negara tertinggi. Karena itu khalifah menerima penghormatan rakyat yang paling
tinggi. Akan tetapi, semenjal abad kesepuluh Masehi, terjadi pemisahan yang
sangat ketat antara laki-laki dan perempuan. Pada masa ini muncul tokoh-tokoh
wanita yang cakap dan berbakat dalam berbagai bidang.
C. Perkembangan
Hukum Islam dan Aspek-aspek Sejarah sosialnya
Masa bani Abbasiyyah
merupakan masa kebangkitan Islam yang ditandai dengan kemajuan dalam ilmu
pengetahuan. Diawali dengan gencarnya program penerjemahan buku-buku filsafat
yunani kedalam bahasa arab, ditambah lagi dengan banyaknya orang non-arab yang
sudah lebih dulu tercerahkan ilmu pengetahuan dengan masuk Islam.
D. Faktor-faktor
Perkembangan Hukum Islam
Faktor utama yang mendorong
perkembangan hukum Islam adalah perkembangannya ilmu pengetahuan di dunia Islam.
E. Pengaruh
Iran dan Ibn Mughaffa Terhadap politik Hukum
Pada saat bersamaan, bani
Abbasiyyah mengenalkan gagasan dan praktek Iran dalam skala yang lebuh besar.
Mereka mengembangkan birokrasi, dinas rahasia, serta budaya dan ritual istana.
Secara praktek, sistem kekuasaan abbasiyyah memandukan konsep Iran-Sassania
dengan gagasan Al-Quran.
F. Pengaruh
Abu Yusuf terhadap Sistem Hukum Perpajakan
Abu Yusuf hidup pada masa
khalifah abbasiyyah kenamaan, Harun Ar-Rasyid. Pada masa kekuasaannya, Harun
Ar-Rasyid pernah memasang ulasan masalah perpajakan kepada para hakim agama.
Orang yang pertama ditunjuk untuk mengisi posisi itu adalah Ya’kub abu Yusuf,
seorang eksponen mazhab hanafi. Bukunya yang berjudul Al-Kharaj (perpajakan) adalah karya pertamanya yang langsung
menyentuh masalah pajak.
2.
Pandangan penulis mengenai BAB IX
:
Penerapan
hukum Islam pada berbagai aspek kehidupan bisa melihat contoh penerapannya pada
masa ke-Khalifahan Abbassiyah. Pada masa ini kehidupan umat Islam berkembang
dengan pesat bahkan menciptakan perwujudan masyarakat berperadaban yang sangat
mendunia.
Hal yang paling penting dari mempelajari
penerapan hukum Islam pada masa pemerintahan ini adalah bagaimana Khalifah
memperhatikan aspek penerapannya pada berbagai bidang kehidupan.
KESIMPULAN DAN PANDANGAN PENULIS MENGENAI BAB X
:
1.
Kesimpulan :
BAB X : SEJARAH SOSIAL HUKUM ISLAM DI INDONESIA
A.
Jaringan Global dan Lokal Islaminasi di Indonesia
Banyak teori yang menelaah
asal usul kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia. Keragaman teori ini
merupakan gambaran bahwa perihal kedatangan Islam ke Indonesia sangat rumit
untuk dijelaskan dan tidak bisa ditentukan secara pasti.
Terlepas dari perdebatan
yang terus berlangsung, satu argumen penting dikemukakan bahwa proses
Islamisasi di Indonesia harus dilihat dari perspektif global dan lokal
sekaligus.
B.
Islamisasi Indonesia antara Adhesi dan Konversi
Perdebatan yang terus
berlangsung sampai sekarang tentang sejarah Islamisasi di Indonesia bersifat
pada pertanyaan, apakah Islamisasi ini merupakan Adhesi atau Konversi?
Adhesi adalah perpindahan
orang Indonesia kedalam Islam tanpa meninggalkan kenyakinan dan praktik ritual
lamanya.dalam Adhesi, agama baru merupakan pelengkap agama lama orang yang
pindah agama tersebut. Adapun Konversi adalah perpindahan orang Indonesia dari
kenyakinan dan praktik ritual lama kedalam islam.
C.
Teori-teori Islamisasi Indonesia
Terdapat tiga masalah besar
mengenai Islamisasi diindonesia, yaitu darimana Islam datang, siapa pembawanya,
dan kapan kapan waktu kedatangannya?? Tiga pertanyaan ini sulit dijawab secara
pasti oleh para ilmuan dan ahli sejarah . oleh karena itu, para ilmuan membuat
teori tentang Islamisai. Sejumlah ilmuan mengajukan teori bahwa Islam di
Indonesia bersumber dari anak benua India, selain Arab dan Persia.
D.
Fakta Sosiologi Keislaman Masyarakat Indonesia
Membicarakan fakta
sosiologis umat Islam dan keislamannya di Indonesia tidak lepas dari analisis
kontroversial seorang sarjana barat, yang bernama Clifford Geertz.
Ia meneliti sejarah umat Islam di
Indonesia dengan teori
dikotominya yang terkenal, yaitu Islam
santri, Islam Abangan, dan Islam
Priyayi. Teori Greetz yang cukup tendensius itu mendapat kritik dari
beberapa ilmuan lokal dan Internasional.
E.
Kitab Kuning: Tradisi dan Epistemologi Hukum Islam
Indonesia
Hukum islam yang berlaku di
indonesia, baik yang berlaku secara yuridis formal maupun normatif, tidak di
anggap dari fakta sosial dan tradisi masyarakat, tetapi di turunkan dari
kitab-kitab kuning. Kitab kuning merupakan unsur penting dalam pembentukan
hukum Islam di Indonesia dan keberlakuanya.
F.
Fakta Sosiologis Keberlakuan Hukum Islam di Indonesia
Dalam pelajaran
sejarahnya,hukum Islam yang berlaku di Indonesia dapat di bagi menjadi dua
kategori. Pertama, hukum islam yang berlaku secara formal. Hukum islam kategori
pertama ini masuk pada wilayah hukum nasional. yang kedua, hukum islam yang berlaku secara
normatif. Adalah hukum islam yang menyangkut praktik keagamaan individu,
seperti shalat, puasa, dan ibadah individu lainya.
G.
Transformasi Hukum Islam Dari Fiqh ke Qanun
Boleh dikatakan bahwa fiqh
adalah format hukum islam yang terperinci, tetapi tidak sistematis. Fiqh yang
datang ke indonesia merupakan pemikiran fuqaha
yang tersebar luas dalam kitab-kitab berbahasa arab. Padamulanya, fiqh merupakan
acuan kegiatan individu umat Islam Indonesia yang tidak terlembagakan secara
resmi dan sistematis.
2.
Pandangan penulis mengenai BAB X
:
Membaca
dan membahas mengenai Sejarah Sosial Hukum Islam perlu penelaahan yang cukup
mendetail. Disebabkan karena pembahasan mengenai masalah ini masih terbilang
cukup langka. Oleh karena itu perolehan reasoning ( penterjemahan pola fikir )
berikut banyaknya referensi tentunya sangat diperlukan.
Saat
ini referensi atas pembicaraan dan pembahasan mengenai Sejarah Sosiologi Hukum
Islam begitu masih sangat langka. Hal ini tentunya agak mempersulit
pengembangan didalam menganalisa serta menajamkan pemahaman tentang bagaimana
cakupan pembahasan masalah ini.
KESIMPULAN DAN PANDANGAN PENULIS MENGENAI BAB
XI :
1.
Kesimpulan :
BAB XI : PEMBARUAN HUKUM ISLAM SEBUAH NISCAYAAN SEJARAH
Pembaruan hukum tidak bisa
dilepaskan dari pembaruan pemikiran islam secara keseluruhan.pembaruan hukum
islam hanya bagian dari pembaharuan pemikiran Islam, yang meliputi pembaruan
dalam bidang pendidikan, politik, kebudayaan, hukum, dan sebagainya. Ide-ide
bembaruan ini semakin menggema dan mempengaruhi dunia islam termasuk indonesia
setelah munculnya beberapa tokoh pembaru ternama yang melanjutkan gagasan Ibn
Taimiyyah, seperti jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan
lain-lain.
2.
Pandangan penulis mengenai BAB XI
:
Sangat
menarik sekali untuk membicarakan mengenai pembaharuan Hukum Islam apalagi ada
tokoh-tokoh penggagas atas terciptanya pembaharuan dalam bidang pemikiran Islam
sub pemikiran tentang bagaimana Hukum Islam itu diterapkan.
TUGAS KELOMPOK
SEJARAH HUKUM
( RESUME )
( Pendekatan Hukum Islam /
Syari’ah )
Pembina : Prof. Dr. Dedi
Ismatullah, SH., MH.
DR. Yuyut
Prayuti, SH., MH.
Nama Kelompok :
1.
Imam
Kurnia Aryana
NIS :
41038100131025
2.
Lalu
Akhmad Farhan
NIS :
41038100131029
Program
Pasca Sarjana Ilmu Hukum
Universitas
Islam Nusantara
(
UNINUS )
Bandung,
26 Maret 2014
1 komentar:
Apakah Boleh minta sumber resumenya ?
Posting Komentar