Senin, 21 April 2014

Tugas Kelompok Hukum Islam



DAFTAR ISI :

ISI                                                                                                                                                                                   HALAMAN
BAB I : SEJARAH SOSIAL HUKUM ISLAM DAN DINAMIKA FIQH ……………………………………………………..    3
1.     Kesimpulan ………………………………………………………………………………………………………………………………..     3
2.     Pandangan penulis mengenai BAB I …………………………………………………………………………………………..    5

BAB II : PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM PADA ZAMAN RASULULLAH SAW…………………………………    6
1.     Kesimpulan ………………………………………………………………………………………………………………………………..     6
2.     Pandangan penulis mengenai BAB II ………………………………………………………………………………………….    7

         BAB III : HUKUM ISLAM PERIODE KHULAFARASYIDIN…………………………………………………………………….    7
1.    Kesimpulan …………………………………………………………………………………………………………………………………    7
2.   Pandangan penulis mengenai BAB III …………………………………………………………………………………………    8

         BAB IV : MAZHAB SAHABAT SEBAGAI PRODUK IJTIHAD…………………………………………………………………    8
1.   Kesimpulan ………………………………………………………………………………………………………………………………..     8
2.   Pandangan penulis mengenai BAB IV …………………………………………………………………………………………   10

BAB V : IJTIHAD MAZHAB SAHABAT………………………………………………………………………………………………..    10
1.   Kesimpulan ………………………………………………………………………………………………………………………………..     10
2.   Pandangan penulis mengenai BAB V ………………………………………………………………………………………….   11

BAB VI : METODE IJTIHAD MAZHAB SAHABAT ……………………………………………………………………………….    11
1.    Kesimpulan …………………………………………………………………………………………………………………………………    11
2.    Pandangan penulis mengenai BAB VI …………………………………………………………………………………………    12

BAB VII : PERSAMBUNGAN IJTIHAD SAHABAT DENGAN PEMIKIRAN MAZHAB HUKUM ISLAM
PADA ABAD KE-II DAN KE-III HIJRIAH ……………………………………………………………………………………………..    12
1      Kesimpulan ………………………………………………………………………………………………………………………………..     12
         2.   Pandangan penulis mengenai BAB VII ………………………………………………………………………………………..   14

BAB VIII : HUKUM ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH ………………………………………………………………….   14
1      Kesimpulan …………………………………………………………………………………………………………………………………    14
2.   Pandangan penulis mengenai BAB VIII ………………………………………………………………………………………    15

BAB IX : HUKUM ISLAM PADA MASA DINASTI ABBASIYYAH (750 – 1250)……………………………………    16
1      Kesimpulan …………………………………………………………………………………………………………………………………    16
3.    Pandangan penulis mengenai BAB IX ……………………………………………………………………………………….…   17

BAB X : SEJARAH SOSIAL HUKUM ISLAM DI INDONESIA ………………………………………………………………...   17
1      Kesimpulan …………………………………………………………………………………………………………………………………    17
         2.   Pandangan penulis mengenai BAB X ………………………………………………………………………………………….    18

BAB XI : PEMBARUAN HUKUM ISLAM SEBUAH NISCAYAAN SEJARAH …………………………………………..   18
1      Kesimpulan …………………………………………………………………………………………………………………………………    18
         2.   Pandangan penulis mengenai BAB XI …………………………………………………………………………………………    19




“orang kaya mati, orang miskin mati, raja-raja mati, para prajurit mati, orang tampan mati, orang cantik mati, semuanya mati,
nggak ada yang nggak mati”

(secuil senandung dalam “Mak Ijah Pengen ke Mekkah” sinetron SCTV )

























Kesimpulan BAB I dan pandangan penulis mengenai BAB I :
1.         Kesimpulan :
BAB I : SEJARAH SOSIAL HUKUM ISLAM DAN DINAMIKA FIQH
A.      Pengertian Sejarah Sosial Hukum Islam
Sejarah sosial hukum islam merupakan disiplin dan kajian keilmuan yang relatif baru jika dibandingkan dengan sejarah pembentukan dan perkembangan hukum Islam sebagai kakak kandungnya. Dalam kajian ‘ulum AL-Quran dikenal ilmu asbab an-nuzul, dalam kajian hadis dikenal ilmu asbab al-wurud dan dari tarikh At-Tasyri’ Al-Islami  lahir sejarah sosial hukum islam, yaitu kajian hukum islam ditinjau dari aspek sejarah sosialnya. oleh karena itu, ilmu asbab an-nuzul, asbab al-wurud, dan sejarah sosial hukum islam mempunyai kaitan yang sangat erat.
B.      Terminologi Fiqh, Syariat, dan Tasyri’
Makna harfiah syariat adalah jalan menuju sumber kehidupan. Syariat adalah rujukan tindakan umat Islam dalam beragama yang erat hubungannya dengan masalah akidah, ibadah dan muamalah. Secara etimologi, syariat berarti jalan yang dilalui air untuk diminum atau tangga tempat naik yang bertingkat-tingkat.
C.      Hukum Islam: Persamaan dan Perbedaan dengan Hukum Barat
Hukum Islam dan hukum barat, keduanya bertujuan menciptakan tatanan kehidupan yang teratur dan tertib, baik dalam hubungannya dengan kehidupan perseorangan maupun kolektif. Selain itu keduanya merupakan ketetapan yang mengikat manusia untuk melaksanakannya. Adapun segi-segi perbedaanya, diantaranya yang mendasar, sebagai berikut.
1.       Hukum islam merupakan bagian dari sistem dinul islam sehingga tidak dapat dipisahkan dari aspek ajaran Islam yang lain, seperti ajaran tentang kenyakinan (al-ahkam al-‘itiqadiyyah) dan ajaran etika (ahkam al-khuluqiyyah). Pelaksanaan hukum islam merupakan salah satu wujud nyata dari refleksi keimanan seseorang kepada Allah, yang dalam proses pelaksanaan tetap berada dalam bingkai akhlakul karimah.
2.       Sumber hukum islam adalah Al-Quran (al-wahy al-matluww) dan As-sunnah (al-wahy ghair al-matluww) yang keduanya berasal dari wahyu.
3.       Karena hukum islam sangat terkait dengan keimanan dan aspek-aspek lain dari ajaran islam, konsekuensinya tidak berhenti pada pelaksanaannya di dunia, tetapi akan tembus dan terus menentukan perjalanan kehidupan setiap orang di ahirat.
D.      DINAMIKA HUKUM ISLAM
Abd Al- Wahab Khallaf mengemukakan lima karakteristik yang kandungan hukum islam
1.         Sempurna
Kesempurnaan dalam hukum Islam dapat dilihat dari syariat Islam yamg diturunkan dalam bentuk umum dan permasalahannya yang global.
2.         Universal
Syariat Islam bersifat universal, meliputi seluruh alam tanpa batas, tidak dibatasi oleh wilayah dan kawasan tertentu tidak seperti ajaran nabi terdahulu.
3.         Elastis dan dinamis
Syariat Islam bersifat elastis, yang meliputi segala bidang dan lapangan kehidupan manusia. Permasalahan kemanusiaan, kehidupan jasmani dan rohani, hubungan interaksi sesama makhluk dengan Khalik, serta tuntutan hidup dunia dan akhirat terkandung dalam ajarannya.
4.         Ta’abbudi dan Ta’aqquli
Syariat Islam dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu:
a.             Bentuk ibadah yang fungsi utamanya mendekatkan manusia kepada Allah, yakni beriman kepada-Nya dan segala konsekuensiny berupa ibadah yang mengandung sifat ta’abbudi  murni.
b.             Bentuk mu’amalah yang didalamnya terkandung sifat ta’aqquli. Ta’aqquli bersifat duniawi yang maknanya dapat dipahami oleh nalar.
5.         Sistematis
Syariat Islam bersifat sistematis, artinya ia mencerminkan sejumlah doktrinnya bertalian dan berhubungan antara satu dan yang lainnya secara logis.
6.         Urgensi Studi Sejarah Sosial Hukum Islam
Sangat diperlukan untuk memahami situasi, kondisi, dan psikososial masyarakat pada saat turunnya Al-Quran dan As-sunnah sebagai sumber hukum Islam.
7.         Fiqh Sebagai Kerangka Hukum Islam
Sebagai sebuah produk nalar, fiqh Islam tidak hanya melahirkan satu framwork (kerangka kerja) bagi pemikiran hukum Islam dalam arti sempit, tetapi telah memberikan kontribusi besar bagi kerangka perkembangan pemikiran Islam dalam pengertian Islam yang lebih komprehensif.
8.         Filosofika Sumber Hukum Islam
Kesadaran dalam keimanan manusia terhadap hukum-hukum yang diciptakan Allah dan ketaatan Allah sebagai Al-Hakim, yang menciptakan hukum atau asy-Syari’ (pembuat Syara’).
Ada tigasumber hukum Islam yang paling fundamental, yaitu:
1.    Berkaitan dengan wujud Allah yang merupakan Dzat pembuat hukum bagi manusia;
2.    Tema tentang wahyu Al-Quran dan As-Sunnah yang menjadi sumber rujukan tertulis bagi pelaku hukum Islam
3.     Tema tentang fungsi akal dalam memahami dan melakukan panggilan hukum islam dari Al-Quran dan As-Sunnah.
9.         Wahyu Sebagai Sumber hukum Islam Wahyu Al-quran
         Hal terpenting dari segala yang penting setelah meyakini bahwa sumber utama hukum Islam adalah Al-Hakim atau Asy-Syari’ yang menciptakan atau menurunkan hukum Syara’, adalah meyakini yang diciptakan dan diturunkan-Nya merupakan wahyu yang terbebas dari campur tangan makhluk-Nya. Wahyu yang dijaga dan dipelihara langsung oleh Al-Hakim.
10.      Sumber Hukum Kedua (As-Sunnah)
Membahas As-Sunnah adalah membahas Nabi Muhammad SAW.  Sebagai Rasul terakhir yang menerima risalah ajaran tauhidulah setelah berakhirnya masa jabatan kerasulan Nabi Isa a.s. yang telah diutus oleh Allah SWT. Untuk bangsa Nasrani membicarakan As-Sunnah adalah membicarakan lahirnya As-Sunnah yang sebelumnya diketahui  melalui Al-Hadits atau Al-Khabar.
11.      Fungsi Akal dalam Penggalian Hukum Islam
         Meskipun telah terdapat wahyu Al-Quran dan As-Sunnah, sebagai wahyu yang matlu, dalam realitasnya, peran akal tidak dapat diabaikan. Bahkan kaum Mu’tazilah meyakini bahwa akal dapat menentukan baik dan buruk, memilih dan memutuskan meskipun tanpa wahyu. Sebelum para nabi diutus serta wahyu diturunkan, akalah yang membedakan kualitas manusia.
2.      Pandangan penulis mengenai BAB I :
Bagaimanakah kita memahami Hukum, Fiqh dan Syari’at Islam barangkali tiga kata inilah yang akan menjadi bingkai kajian yang menarik kepada arah pengertian lalu pemahaman mengenai letak persamaan dan perbedaan dari Hukum, Fiqh dan Syari’at Islam. Dalam perkembangannya masalah Hukum, Fiqh dan Syari’at Islam menjadi ramai dibicarakan oleh publik di Indonesia. Apalagi pada pasca krisis ekonomi 98 isyu tentang penegakan Syari’at Islam di Indonesia menjadi branding yang begitu meluas spektrumnya.
Namun seiring dengan semakin gencarnya opini yang dihembuskan terkait isyu Syari’at Islam maka implementasi nilai-nilai Syari’at dalam kehidupan tidak memperlihatkan seperti apa yang diharapkan. Banyaknya kasus korupsi yang menerpa tokoh-tokoh dari Partai Islam mengakibatkan keraguan kepada simbol-simbol yang memakai atribut agama Islam.
Beberapa topik pembicaraan digelar dengan topik yang tetap mengetengahkan penegakan Syari’at Islam berikut komitmennya untuk diterapkan ditengah-tengah masyarakat juga yang paling utama diterapkan kepada komitmen pribadi.
Oleh karena itu dengan semakin menurunnya intensitas publik untuk meramaikan kepada isyu penegakan Sari’at Islam bolehlah kita kembali dulu untuk mengkaji dan mempelajari Syari’at, Fiqh dan Hukum Islam ini secara lebih mendasar.
Maka ada empat kerangka fundamen ( Pengertian Sejarah Sosial Hukum Islam, Terminologi Fiqh dan Tasyyri ) yang harus dilalui berikut dengan sub kerangkanya yang diperinci beberapa point demi untuk mendekati pemahaman kepada konteks persoalan Syari’at, Fiqh dan hukum Islam.
Kesimpulan BAB II dan pandangan penulis :
1.         Kesimpulan :
BAB II : PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM PADA ZAMAN RASULULLAH SAW.
A.        Sekilas tentang Arab Pra-Islam
Sejarah bangsa Arab sebelum datangnya Islam tidak dapat diketahui dengan tepat dan pasti. Hal ini disebabkan dua hal. Pertama, mereka tidak memiliki kesatuan politik karena sebagian besar penduduknya merupakan kelompok-kelompok yang suka berpindah-pindah tempat (nomaden). Walaupun terdapat kepemimpinan politik, yang ada hanyalah kepemimpinan politik suku.
B.         Sekilas tentang Kehidupan Muhammad
Di tengah-tengah masyarakat arab Jahiliyah yang digambarkan dalam Al-Quran sebagai masyarakat yang berada dalam kondisi al-dhulumat “kegelapan” akidah dan akhlak, munculah Muhammad, utusan Allah, dengan membawa misi penyelamatan terhadap masyarakat Arab dari kegelapan akidah yang mempercayai banyak tuhan (politeis) menuju tauhid (monoteis) dengan formulasi La Ilaha Illa Allah, tiada Tuhan melainkan Allah yang mengetahui tingkah laku manusia dan di akhirat akan membalas manusia sesuai dengan perbuatan sewaktu hidup di dunia.
C.         Misi Nabi Muhammad SAW
1.              Periode Mekah
Para ahli sejarah Islam sepakat bahwa misi Muhammad dalam menyebarkan islam dibagi dalam dua periode, yaitu pertama, periode ketika masih berada di mekah, disebut periode mekah, dan kedua, periode sejak ia berhijrah ke Madinah hingga akhir hayatnya disebut periode Madinah.
2.              Periode Madinah
Ketika nibi tiba di Madinah, Masyarakatnya terbagi dalam berbagai golongan (kelompok). Salah satunya Kelompok Muhajirin, yakni orang-orang mukmin yang meninggalkan tanah kelahiran mereka (Mekah) dan turut berhijrah ke madinah.
3.              Sumber atau Dalil Hukum Islam pada Zaman Rasulullah
      Kata “sumber”  merupakan terjemahan dari kata bahasa Arab mashdar. Bentuk jamaknya mashadir. Kata “sumber” dalam kontek hukum Islam hanya digunakan oleh sebagian kecil penulis kontemporer, sebagai ganti dari istilah hukum islam.
Dalil hukum Islam berikut pengertiannya dibagi dua macam, yaitu:
1.     Sumber formal (asli), yaitu barasal dariwahyu (syariat), baik berasal dari nash Al-Quran maupun Al-Sunnah;
2.    Sumber assesoir ( tambahan), yaitu berasal dari ijtihad para fuqaha, seperti ijma’, qiyas dan lainnya.
4.              Aspek Sejarah  Sosial Hukum Islam dalam Al-Quran
     Kajian khusus mengenai sejarah sosial yang ikut andil dalam kelahiran dan pembinaan hukum Islam adalah ilmu asbab an-nuzul. Ilmu ini sangant penting untuk memahami tafsir dan kandungan Al-Quran dengan benar. Sebab, dengan ilmu ini faktor-faktor sosio-historis yang melatarbelakangi turunnya Al-Quran yang menjelaskan hukum tertentu dapat diketahui dengan pasti dan dapat dipahami maksud-maksud yang terkandung dalam penetapan hukum tersebut (maqashid asy-syari’ah).
5.              Fenomena Ijtihad Rasulullah
      Para ulama memberi pendapat mengenai hal ini. Sebagian ulama Asy’ariah dan kebanyakan ulama Mu’tazilah berpendapat bahwa Nabi SAW. Tidak boleh dan tidak perlu melakukan ijtihad terhadap sesuatu yang tidak ada nash-nya, untuk menetapkan halal dan haram.
6.              Pemegang Kekuasaan Tasyri’ Masa Rasulullah
      Kekuasaan tasyri’, yaitu pembentukan kekuasaan perundang-undangan atau hukum pada periode ini ada ditangan Rasulullah SAW. Tidak seorangpun umat Islam selain beliau yang dapat membentuk atau menetapkan hukum terhadap suatu permasalahan, baik secara individu maupun secara institusi kolektif. Rasulullah SAW.  Masih berada ditengah-tengah mereka sebagai rujukan dan acuan pokok sehingga tiap ada permasalahan dikembalikan kepada beliau.
2.         Pandangan penulis mengenai BAB II :
Disamping pentingnya harus berangkat dari pemahaman mendasar tentang persoalan Fiqh, Hukum dan Syari’at Islam juga bagaimana kita harus melakukan kajian terhadap aspek geologis, geopolitik serta karakter  peradaban masyarakatnya kedalam konteks dimana Islam ini diturunkan harus dilakukan.
Hal ini sangat penting karena kelengkapan pengetahuan tidak hanya pada aspek Lughowi ( bahasa ) tapi juga pendekatan melalui kerangka lainnya perlu diupayakan demi sempurnanya arah perjalanan kepada tingkat pemahaman tertentu.
Ada pelajaran penting dari Alloh SWT yang hendak diturunkan kepada manusia itu sehingga kita memahami bahwa ada kedekatan yang sangat luar biasa antara manusia sebagai mahluk dan Alloh SWT sebagai penciptanya ( Al-Khalik ). 
Kesimpulan dan pandangan penulis mengenai BAB III :
1.       Kesimpulan :      
         BAB III : HUKUM ISLAM PERIODE KHULAFARASYIDIN.
A.        Situasi Politik Periode Khulafa Rasyidun
Periode sahabat dimulai sejak wafatnya Rasulullah pada 11 Hijriah sampai akhir abad pertama hijri tasyri’iy (kekuasaan perundang-undangan). Diantara mereka ada yang hidup puluhan tahun dari abad pertama hijri, seperti anas bin malik yang wafat pada 93 H. Disebut periode sahabat karena  kekuasaan perundang-undangan dimotori oleh para tokoh sahabat.
B.         Kondisi Hukum Islam Periode Khulafa Rasyidun
Dalil atau sumber hukum Islam pada periode Nabi SAW. Adalah Al-Quran dan As-Sunnah, ditambah dengan ijtihad Nabi SAW. Pada periode itu, Al-Quran dan As-Sunnah  merupakan duan referensi utama dalam menetapkan hukum. Akan tetapi, setelah Nabi SAW. Wafat, selain wahyu terhenti orang yang memiliki otoritas mutlak dalam menjelaskan wahyu juga telah tiada.
C.         Ragam Hukum pada Masa Sahabat
Perbedaan pendapat (ikhtilaf) merupakan salah satu dari fitra manusia. Ikhtilaf dalam persoalan agama telah ada sejak zaman Nabi, bukan sejak zaman sahabat Nabi, sebagai mana pendapat beberapa pakar hukumIslam Kasus dua orang sahabat yang tengah dalam perjalanan, lalu tiba waktu shalat, sedangkan keduanya tidak mendapatkan air wudu. Mereka bertayamum dan shalat bersama-sama. Setelah itu mereka menemukan air wudu dan waktu shalat belum habis. Salah seorang diantaranya ber ijtihad untuk berwudu dan mengulagi shalatnya, sedangkan teman yang lain juga berijtihad bahwa salatnya itu sah dan tidak perlu mengulangi nya. Ketika keduannya tiba di Madinah dan melaporkan pengalaman perjalananya. kepada sahabat yang mengulangi shalatnya, Nabi SAW.
Bersabda, “kamu memperoleh dua pahala” lalu kepada sahabatnya yang tidak mengulangi shalatnya, beliau berkomentar, “ kamu sudah sesuai dengan sunah”.
2.         Pandangan penulis mengenai BAB III :
Islam sebagai fondasi kehidupan harus diartikan menyeluruh baik itu berhubungan sebagai fungsi yang menuntun kepada implementasi diberbagai sendi kehidupan dan juga sebagai pembentuk arah peradaban umat manusia.
Pada aspek pemerintahan, Islam memberikan tuntunan tentang bagaimana menjalankan dan mengelola soal-soal kepemerintahannya. Sehingga turunan pemerintah kepada masyarakat Islam maka masyarakat Islam yang diatur berdasarkan ajaran Islam akan menjadikan tercptanya masyarakat yang memiliki karakter dan ciri tersendiri jika dibandingkan dengan masyarakat yang terbentuk tanpa konsepsi ajaran Islam dan disebut dengan masyarakat yang berperadaban Islam.
Kesimpulan dan pandangan penulis mengenai BAB IV.
1.         Kesimpulan :
         BAB IV : MAZHAB SAHABAT SEBAGAI PRODUK IJTIHAD.
Dalam kajian ilmu ushul fiqh, istilah mazhab sahabat diduga kuat baru muncul pada abad kedua Hijriah. Pada periode sahabat, istilah mazhab sahabat belum dikenal. Para sahabat tidak pernah mengklaim hasil ijtihadnya sebagai sebuah mazhab fiqh. Dapat dikatakan bahwa terminologi tersebut muncul kemudian dapat merupakan karya para ahli hukum Islam yang telah melakukan  penelitian dan mempelajari praktik-praktik ijtihad pada masa sahabat, termasuk praktik kaum muslim terdahulu.
A.        Pengertian Mazhab Sahabat
Istilah mazhab sahabat yang dimaksud dalam pembahasan ini mencangkup qawl shahabi (pendapat sahabat), fiqh sahabat dan fatwa sahabat.
1.              Mazhab sahabat
Mazhab sahabat terdiri dalam dua kosa kata, yaitu mazhab dan sahabat. Secara bahasa mazhab berarti tempat berpergian, aliran dan paham. Mazhab juga diartikan sebagai “pendirian, jalan atau sistem dan sumber atau pendapat yang kuat”.
2.              Fiqh Sahabat
Arti fiqh secara bahasa adalah pemahaman dan pengetahuan tentang sesuatu. Dalam pengertian ini, kata fiqh dan kata paham adalah sinonim.
3.              Fatwa Sahabat
Fatwa sahabat diduga muncul lebih awal dibanding fiqh dan mazhab sahabat. Hal ini terdapat dalam beberapa karya fiqh yang menggunakan istilah fatwa terhadap sahabat, khususnya apabila pendapat itu bersumber dari satu orang sahabat.
B.         Faktor-faktor kemunculan Fiqh Sahabat
Secara umum, ada dua faktor utama yang jadi penyebab munculnya fiqh sahabat, yaitu akibat perluasan Wilayah Islam dan munculnya persoalan-persoalan baru, sementara teks-teks syariat telah berhenti (terbatas).
1.              Ekspansi Wilayah Islam
Para sahabat nabi tidak hanya berfungsi sebagai pelestari tradisi Rasulullah dalam aspek ibadah dan kehidupan keagamaan,  tetapi juga dalm mengemban dakwah, sosial masyarakat, dan politik.
2.     Persoalan Baru dan Terbatasnya Teks Syariat
Konsekuensi logis dari meluasnya kekuasaan Islam adalah munculnya persoalan baru yang belum dihadapi oleh para sahabat. Persoalan tersebut dikarenakan adanya kontak dengan kebudayaan.



C.         Kehujjahan Mazhab Sahabat
Merupakan salah satu dalil hukum Islam dalam urutan sumber ijtihad yang disepakati oleh hampir seluruh ulama fiqh. Hal ini dapat dipahami karena para ulama akan mengalami kesulitan dalam memahami pernyataan dan sunnah Nabi tanpa melalui para sahabat.
2.      Pandangan penulis mengenai BAB IV :
Kajian Mazhab dalam konteks persoalan Hukum, Syari’at dan Fiqih Islam memang sangat diperlukan. Terutama untuk menambah wawasan khazanah Ke- Islaman juga untuk pendalaman mengenai studi perkembangan agama Islam keseluruh dunia.
Orang banyak beranggapan mengenai Islam hanya dari aspek ibadahnya saja. Tidak dalam konteks ke-Ilmuan yang lebih umum. Padahal justru Islam telah mempersembahkan berbagai rona Tarbiyyatul Islamiah yang demikian kompletnya. Pencerahan harus dilakukan agar pandangan orang diluar Islam bahkan didalam itu sendiri tidak memiliki kesempitan pandangan mengenai dunia Islam.
Banyak orang harus tertarik untuk mempelajari mengenai dunia Islam apalagi didalamnya umat islam bisa belajar mengnai aspek ke-Mazhaban sehingga bisa mendalaminya untuk wawasan pengembangan dan pengetahuan dunia Islam.
KESIMPULAN DAN PANDANGAN PENULIS MENGENAI BAB V :
1.         Kesimpulan :
BAB V : IJTIHAD MAZHAB SAHABAT
A.        Pengertian ijtihad Sahabat
Sebagai satu tema yang akan tetap relevan dengan konteks zaman, terminologi ijtihad akan ditemukan hampir diseluruh kitab ushul fiqh. Ijtihad banyak didefinisikan ulama, mulai dari ulama klasik sampai modern. Dalam tinjauan bahasa , kata ijtihad berasal dari kata “jahada” artinya “mencurahkan segala kemampuan” atau “menanggung beban kesulitan”.
B.         Ijtihad Sahabat pada Masa Nabi
Masa Nabi adalah suatu masa Nabi Muhammad SAW. Dan para Sahabat yang bermula sejak turunnya wahyu pertama dan berakhir dengan wafatnya Nabi pada tahun 11 H. Era ini dalam kajian ilmu tarikh al-tasyri’ merupakan masa pertumbuhan hukum Islam pertama dalam pengertian yang sebenarnya.
C.         Ijtihad Sahabat Pasca wafat Nabi Muhammad
Dalam periodisasi sejarah tasyri’ Islam, periode sahabat sering disebut periode kedua dari masa perkembangan tasyri’ Islam. Periode kedua ini bermula sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW. Pada tahun 11 H dan berakhir sampai pada tahun 41 H, yaitu ketika untuk pertama kalinya  kekhalifahan dikuasai Dinasti Umayyah.

2.      Pandangan penulis mengenai BAB V :
Karena pentingnya mempelajari Mazhab para Ulama besar itu maka kita harus tahu apa itu kepentingan mempelajari Mazhab para Ulama besar tersebut. Salah satu kepentingannya dari berbagai kepentingan (keilmuan ) yang ada didalamnya adalah memiliki pengetahuan dibidang ijtihad para alim ‘ulama tersebut. Seperti apakah...
Karena ini akan berhubungan dengan implementasi nilai Fiqih, Hukum dan Syari’at dalam kehidupan sehari-hari.
BAB VI : METODE IJTIHAD MAZHAB SAHABAT
Kesimpulan dan pandangan penulis mengenai BAB VI :
1.         Kesimpulan :
A.        Sahabat dan Sumber Hukum
1.    Penalaran Sahabat terhadap Al-Quran
Sebagai catatan sejarah menyebutkan bahwa ketika Al-Quran diturunkan, masyarakat arab dengan keadaan buta huruf. Walaupun mayoritas buta huruf, kelebihan mereka adalah daya ingat yang sangat kuat, mereka hafal ratusan bait syair, silsilah dan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi diantara mereka.
2.    Penalaran terhadap sunnah
Sunnah sebagai tradisi Rasulullah, seperti yang difahami oleh kaum muslim belakangan, pada mulanya merupakan perilaku aktual Rasulullah yang dilakukan berulang-ulang (secara nonverbal).
B.         Kerangka Umum Metode Ijtihad Sahabat
          Beberapa metode ijtihad seperti, ijma’, qiyas, ishtishlah, dan ishtisan yang menggunakan daya nalar seorang mujtahid (ra’yu), diduga kuat lahir sejak masa generasi sahabat. Paling tidak indikasi.
1.    Penggunaan Ra’yu
Pada awal periode Islam, kecenderungan pengguna ra’yu sebagai alat ijtihad sudah menjadi fenomena tersendiri. Hal ini dimaklumi mengingat salah satu alat pokok untuk melakukan ijtihad adalah ra’yu, secara bahasa ra’yu berarti pendapat dan pertimbangan.
2.    Pengguna Metode Istishlah dalam Ijtihad Sahabat
Hampir sebagian besar literatur fiqh serta sejarah tasyri’ Islam menyatakan bahwa pada prinsipnya, metode istishlah jauh lebih dulu digunakan oleh para sahabat dalam melarikan keputusan hukum, sebelum para ulama fiqh dan ushul merumuskannya secara metodologi dan sistematis.
3.    Qiyas dalam Ijtihad Sahabat
Sebagai satu piranti metodologi yang berfungsi untuk melakukan ijtihad dan membangun sebuah paradigma hukum baru diluar ketentuan nash, qiyas pun tidak bisa dilepaskan dengan penggunaan ra’yu. Keduanya mempunyai keterkaitan baik dalam tataran teoritis maupun praktis.
4.    Pengguna Al-Ijma’ dalam Ijtihad Sahabat
Ijma’ salah satu dalil syariat atau metode ijtihad selalu ditempatkan lebih awal daripada konsep qiyas.
5.    Kecenderungan Tekstual dan Kontekstual
Secara umum, ijtihad yang terdapat dalam mazhab sahabat tidak keluar dari dua manhaj (sistem) pendekatan terhadap hukum, yaitu pendekatan naqli (nash syariat) dan pendekatan aqli (rasio).
C.         Pengaruh Mazhab Sahabat terhadap Ahli Ra’yu
Ahli ra’yu merupakan salah satu mazhab fiqh yang pendapat-pendapatnya dalam menentukan persoalan hukum lebih banyak menggunakan rasio daripada nash hadis. Penamaan ahli ra’yu dan nama ahli  hadis seperti yang dibahas pada bab sebelumnya, semata-mata untuk membedakan keduanya.
2.         Pandangan penulis mengenai BAB VI :
Mazhab dan para sahabat dua istilah penting yang masih aneh ditelinga ini, mungkin juga orang lain seperti ini ( masih aneh mendengarnya ). Sahabat yang dimaksudkan adalah para sahabat Nabi/ Rasulullah SAW. Tapi bisa jadi banyak yang harus kita pelajari apalagi kita pahami sebab berbicara Islam tentunya sangat luas sekali.
Kajian mengenai para sahabat ini juga tentunya sangat menarik karena kajian ini akan mengingatkan kita (umat Islam ) kepada pokok yang sangat penting terkait dengan pola Sunnah yang akan melengkapi amal perbuatan kita sehari-hari.
Sebagai pengikut Nabi SAW maka Umat Islam itu harus mengikuti apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam amal dan prilakunya. Artinya kita Umat Islam juga harus bisa menerapkan apa yang telah dilaksanakan terkait dengan praktek-praktek Sunnah Rasul.
KESIMPULAN DAN PANDANGAN PENULIS MENGENAI BAB VII :
1.         Kesimpulan :
BAB VII : PERSAMBUNGAN IJTIHAD SAHABAT DENGAN PEMIKIRAN MAZHAB HUKUM ISLAM PADA ABAD KE-II DAN KE-III HIJRIAH
Abad kedua Hijriah merupakan masa gemilang dalam bidang pemikiran hukum Islam hal ini dapat dilihat dari munculnya berbagai tokoh hukum (fiqh) dan karya karyanya. Secara histiris, masa-masa ini dapat ditelusuri sejak runtuhnya pemerintahan Bani Ummayyah sekitar abad kedua Hijriah yang kemudian digantikan oleh penguasa Abbasiyyah.

A.        Situasi Keilmuan Abad Ke-2 dan Ke-3 Hijriah
Periode ini dimulai tahun 101 H dan berakhir tahun 200 H. Periode ini ada pada kekuasaan bani Ummayyah. Khalifah permulaan abad ini adalah Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz (w 101 H). Tercatat dalam sejarah masa paling stabil dan paling cemerlang sehingga menjadi embiro dan aktor pendorong utama lahirnya karya-karya fiqh dikalangan fuqaha. Biografinya sedikit ditulis pada bagian ini, mengingat ada korelasi positif bagi lahirnya sebuah bangunan fiqh didunia islam.
B.      Pengaruh ijtihad Sahabat terhadap Empat Mazhab Hukum Islam
Untuk menelusuri empat mazhab hukum Islam dengan sahabat, kita tidak dapat lepas dari satu generasi pemikiran hukum, yaitu generasi tabi’in.  Oleh larena itu, untuk mengetahui persambungan ini , kita perlu menelusuri dari masa ini. Pada periode tabi’in, terdapat tiga pembagian wilayah keilmuan dalam hukum Islam yang pewarisan tradisi ijtihad sahabat dan penyebaran keilmuan fiqh menjadi sangat kuat, yaitu Hijaz, Irak, dan Syiria. Jika Hijah memiliki dua mazhab, yaitu Mekah dan Madinah, Irak pun memiliki dua mazhab fiqh, yaitu Kufah dan Bashrah.
C.      Pengaruh Fiqh Sahabat dalam Masalah Fiqhiyah
Pengaruh pemikiran para sahabat terhadap imam mazhab tidak hanya terlihat pada metodologi penggunaan ijtihadnya, tetapi juga dari berbagai persoalan tema fiqh yang ada dikalangan mazhab.
1.       Harta Rampasan Perang (Ghanimah)
Harta rampasan perang (ghanimah), dibagikan kepada prajurit perang sebesar empat perlima, sedangkan sisanya seperlima diberikan untuk dana kesejahteraan lain ( untuk Allah dan Rasul).
2.       ‘Iddah Talak
Terjadi kesepakatan pendapat dikalangan ulama sejak masa sahabat sampai mazahib al-arba’ah tentang wajibnya ‘iddah bagi seorang wanita yang ditalak suaminya. Kewajiban ini didasarkan pada Q.S Al-Baqarah ayat 228.
3.       Maskawin Istri yang Belum Dicampuri
Mahar merupakan pemberian wajib dari seorang suami pada saat akad nikah. Ketika pembayaran mahar dilakukan secara kontan, tentu tidak menjadi persoalan.
4.       Distribusi Zakat untuk Mu’allaf
Surat At-Taubah ayat 60 menyebutkan delaban golongan yang berhak mendapatkan zakat salah satunya mu’allaf.
5.       Bacaan Al-Fatihah Makmum dalam Shalat
Diantara rukun shalat adalah membaca surat Al-Fatihah. Pandangan ini disepakati hampir seluruh ulama, kecuali ulama Hanafi. Diantara mereka terjadi  perbedaan dalam hal kewajiban makmum untuk mengikuti bacaan yang dilakukan imam.

2.       Pandangan Penulis mengenai BAB VII :
Kajian terhadap Mazhab Hukum Islam ini apalagi jika dikaitkan dengan Ijtihad para Sahabat Rasululloh SAW adalah kajian yang sangat menarik karena memang masih terbilang langka kajian disiplin ilmu ini terutama menyangkut ijtihad para Sahabat.
Apalagi pada pengembangan berikutnya kita akan berbicara pula kepada aspek pendalamannya. Baik pendalaman berdasarkan ijtihad para Sahabat maupun pendalaman kepada aspek Mazhab hokum Islam.
Namun menariknya adalah pada akhirnya kedua hasil pendalaman dua persoalan itu bisa lebih memantapkan kajian lainnya yaitu kajian mengenai Fiqih.
Kesimpulan dan pandangan penulis mengenai BAB VIII :
1.         Kesimpulan :
BAB VIII : HUKUM ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH
A.        Situasi Politik pada Awal Masa Bani Umayyah
Masa khilafah rasydah berakhir pada 661 M, disambung dengan masa  bani Umayyah. Masa ini dimulai dari 661 sampai dengan 750 M (kurang dari satu abad). Pemerintahan dinasti ini didirikan oleh mu’awiyah ibn Abi sufyan,  yang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib menjabat sebagai Gubernur Damaskus. Naiknya Mu’awiyah ke tahta kedinastian Islam pertama dalam sejarah, dipicu oleh kekisruhan politik yang terjadi menjelang berakhirnya khilafah rasydah pada masa Ali k.w. jika diruntut jauh kebelakang, kekisruhan politik tersebut merupakan bom waktu yang meledak akibat ketidak harmonisan, bahkan pertentangan antara Ali k.w. selaku khalifah dimadinah pada satu pihak dan mu’awiyah yang secara de jure sebagai Gubernur Damaskus, yang kemudian tidak mengakui kekhalifahan Ali k.w.
B.         Kondisi Hukum Islam
Terlepas dari fenomena siasat licik Mu’awiyah dalam ambisi kekuasaannya menuju tahta kedinastian bani Umayyah, para ahli sejarah Islam telah mencatat dengan tinta emas tentang keberhasilan Mu’awiyah dalam menjalankan roda kedinastiannya. Salah satu yang paling menonjol adalah perluasan  wilayah kekuasaan Islam sampai ke Aljazair, Tunisia, dan Maroko, bahkan spanyol, pantai Samudra Atlantik disebelah barat, Asia kecil, dan turki disebelah utara, dan beberapa wilayah yang pernah menjadi negara bagian Uni Soviet (sekarang Rusia), seperti Uzbekistan dan tabristan.
C.         Sumber Hukum Islam
‘Umur sulaiman Al-Asyqar mengemukakan bahwa secara umum sumber hukum Islam pada masa ini tidak beranjak jauh dari apa yang telah dilakukan para ulama terdahulu pada zaman sahabat. Langkah-langkah yang meraka tempuh  dalam proses penetapan hukum adalah sebagai berikut.

1.    Mencari ketentuan dalam Al-Quran.
2.    Mencari ketentuan dalam As-Sunnah, jika ternyata tidak ditemukan dalam Al-Quran.
3.    Kembali kepada pendapat sahabat, jika dalam Al-Quran dan As-sunnah tidak ditemukan.
4.    Melakukan ijtihad apabila tidak menemukan pendapat sahabat.
Dengan demikian, dalil hukum Islam pada masa bani Umayyah, yaitu : (1) Al-Quran, (2) As-Sunnah, (3) Ijma’, (4) Ijtihad/qiyas.
D.        Faktor yang Memengaruhi Perkembangan Hukum Islam
Selain perluasan wilayah kekuasaan Islam dan semakin kompleksinya problem kehidupan umat, beberapa faktor berikut juga telah ikut mendorong pesatnya perkembangan hukum Islam.
1.    Faktor personal mujtahid
Setiap mujtahid, baik yang masuk kelompok ahlul hadis maupun ahlul ra’yi memiliki potensi intelektual, mempunyai guru, hidup dalam lingkungan keluarga yang berbeda-beda, dan memiliki kecenderungan subjektivitas yang beragam.
2.    Faktor Lingkungan Sosial
Hasil ijtihad seorang mujtahid akan dipengaruhi oleh lingkungan sosial tempat ia bergaul.
3.    Faktor politik dan kehendak penguasa
Selain faktor sosial, politik dan lingkaran kekuasaan juga berpengaruh terhadap besar kinerja dan produkijtihad seseorang.
E.       Pengaruh Ahli Hadis dan Ahli Nalar terhadap Hukum Islam
Secara kewilayahan, sebagian besar kelompok ahli hadis adalah para ulama yang ada dimadinah. Hal ini karena alasan berikut. (1) madinah tempat tumbuh dan berkembangnya hadis sehingga hampir semua ulama disana memiliki penguasaan dan pembendaharaan hadis yang cukup. (2) madinah sebuah kawasan yang apabila dilihat dari aspek sosio-kulturalnya belum mengalami kemajuan pesat. (3) Persoalan kehidupan yang dihadapi masyarakat  Madinah juga masih relatif ringan dan sederhana.
2.         Pandangan penulis mengenai BAB VIII :
Penerapan Hukum Islam dalam berbagai aspek kehidupan sering diributkan orang apalagi dalam konteks orang Indonesia. Kini hal-hal yang diributkan terkait dengan masalah penerapan Hukum Islam ini banyak dipertanyakan orang apalagi pertanyaan itu justru datang dari Umat Islam.
Pertanyaan muncul kemudian kenapa hal ini bisa terjadi. Hal ini bisa terjadi karena konteks penerapan Hukum Islam itu sendiri tidak pernah menjelaskan mengenai contoh-contoh kesuksesan atas penerapan Hukum Islam dari adanya suatu masyarakat yang terpimpin.   
Masalahnya adalah berapa banyak orang yang belajar mengenai contoh-contoh penerapan Hukum Islam dimasyarakat dengan perbandingan masyarakat Islam yang dipimpin oleh suatu pemerintahan berdasarkan babak periode waktunya.
KESIMPULAN DAN PANDANGAN PENULIS MENGENAI BAB IX :
1.         Kesimpulan :
BAB IX : HUKUM ISLAM PADA MASA DINASTI ABBASIYYAH (750 – 1250)
A.      Situasi Politik pada Awal Pembentukannya
Dinasti Abbasiyyah lahir dalam sejarah Islam dengan cara revolusi setelah berhasil menggulingkan kekuasaan dinasti Umayyah. Ada beberapa faktor yang mendukung keberhasilan pembentukan dinasti ini. Di antaranya meningkat kekecewaan kelompok wamalii’ terhadap dinasti bani Umayyah pecahnya persatuan antar suku bangsa arab, dan timbulnya kekecewaan masyarakat agamis dan keinginan memiliki pemimpin kharismatik.
B.      Kondisi Sosial dan Kemajuan Zaman Abbasiyyah
Khalifah merupakan kepala negara tertinggi. Karena itu khalifah menerima penghormatan rakyat yang paling tinggi. Akan tetapi, semenjal abad kesepuluh Masehi, terjadi pemisahan yang sangat ketat antara laki-laki dan perempuan. Pada masa ini muncul tokoh-tokoh wanita yang cakap dan berbakat dalam berbagai bidang.
C.    Perkembangan Hukum Islam dan Aspek-aspek Sejarah sosialnya
Masa bani Abbasiyyah merupakan masa kebangkitan Islam yang ditandai dengan kemajuan dalam ilmu pengetahuan. Diawali dengan gencarnya program penerjemahan buku-buku filsafat yunani kedalam bahasa arab, ditambah lagi dengan banyaknya orang non-arab yang sudah lebih dulu tercerahkan ilmu pengetahuan dengan masuk Islam.
D.   Faktor-faktor Perkembangan Hukum Islam
Faktor utama yang mendorong perkembangan hukum Islam adalah perkembangannya ilmu pengetahuan di dunia Islam.
E.    Pengaruh Iran dan Ibn Mughaffa Terhadap politik Hukum
Pada saat bersamaan, bani Abbasiyyah mengenalkan gagasan dan praktek Iran dalam skala yang lebuh besar. Mereka mengembangkan birokrasi, dinas rahasia, serta budaya dan ritual istana. Secara praktek, sistem kekuasaan abbasiyyah memandukan konsep Iran-Sassania dengan gagasan Al-Quran.
F.    Pengaruh Abu Yusuf terhadap Sistem Hukum Perpajakan
Abu Yusuf hidup pada masa khalifah abbasiyyah kenamaan, Harun Ar-Rasyid. Pada masa kekuasaannya, Harun Ar-Rasyid pernah memasang ulasan masalah perpajakan kepada para hakim agama. Orang yang pertama ditunjuk untuk mengisi posisi itu adalah Ya’kub abu Yusuf, seorang eksponen mazhab hanafi. Bukunya yang berjudul Al-Kharaj (perpajakan) adalah karya pertamanya yang langsung menyentuh masalah pajak.
2.         Pandangan penulis mengenai BAB IX :
Penerapan hukum Islam pada berbagai aspek kehidupan bisa melihat contoh penerapannya pada masa ke-Khalifahan Abbassiyah. Pada masa ini kehidupan umat Islam berkembang dengan pesat bahkan menciptakan perwujudan masyarakat berperadaban yang sangat mendunia.
Hal yang paling penting dari mempelajari penerapan hukum Islam pada masa pemerintahan ini adalah bagaimana Khalifah memperhatikan aspek penerapannya pada berbagai bidang kehidupan.
KESIMPULAN DAN PANDANGAN PENULIS MENGENAI BAB X :
1.         Kesimpulan :
BAB X : SEJARAH SOSIAL HUKUM ISLAM DI INDONESIA
A.        Jaringan Global dan Lokal Islaminasi di Indonesia
Banyak teori yang menelaah asal usul kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia. Keragaman teori ini merupakan gambaran bahwa perihal kedatangan Islam ke Indonesia sangat rumit untuk dijelaskan dan tidak bisa ditentukan secara pasti.
Terlepas dari perdebatan yang terus berlangsung, satu argumen penting dikemukakan bahwa proses Islamisasi di Indonesia harus dilihat dari perspektif global dan lokal sekaligus.
B.         Islamisasi Indonesia antara Adhesi dan Konversi
Perdebatan yang terus berlangsung sampai sekarang tentang sejarah Islamisasi di Indonesia bersifat pada pertanyaan, apakah Islamisasi ini merupakan Adhesi atau Konversi?
Adhesi adalah perpindahan orang Indonesia kedalam Islam tanpa meninggalkan kenyakinan dan praktik ritual lamanya.dalam Adhesi, agama baru merupakan pelengkap agama lama orang yang pindah agama tersebut. Adapun Konversi adalah perpindahan orang Indonesia dari kenyakinan dan praktik ritual lama kedalam islam.
C.         Teori-teori Islamisasi Indonesia
Terdapat tiga masalah besar mengenai Islamisasi diindonesia, yaitu darimana Islam datang, siapa pembawanya, dan kapan kapan waktu kedatangannya?? Tiga pertanyaan ini sulit dijawab secara pasti oleh para ilmuan dan ahli sejarah . oleh karena itu, para ilmuan membuat teori tentang Islamisai. Sejumlah ilmuan mengajukan teori bahwa Islam di Indonesia bersumber dari anak benua India, selain Arab dan Persia.
D.        Fakta Sosiologi Keislaman Masyarakat Indonesia
Membicarakan fakta sosiologis umat Islam dan keislamannya di Indonesia tidak lepas dari analisis kontroversial  seorang sarjana  barat, yang  bernama Clifford Geertz. Ia meneliti sejarah umat Islam di
Indonesia dengan teori dikotominya yang terkenal, yaitu Islam santri, Islam Abangan, dan Islam Priyayi. Teori Greetz yang cukup tendensius itu mendapat kritik dari beberapa ilmuan lokal dan Internasional.
E.         Kitab Kuning: Tradisi dan Epistemologi Hukum Islam Indonesia
Hukum islam yang berlaku di indonesia, baik yang berlaku secara yuridis formal maupun normatif, tidak di anggap dari fakta sosial dan tradisi masyarakat, tetapi di turunkan dari kitab-kitab kuning. Kitab kuning merupakan unsur penting dalam pembentukan hukum Islam di Indonesia dan keberlakuanya.
F.         Fakta Sosiologis Keberlakuan Hukum Islam di Indonesia
Dalam pelajaran sejarahnya,hukum Islam yang berlaku di Indonesia dapat di bagi menjadi dua kategori. Pertama, hukum islam yang berlaku secara formal. Hukum islam kategori pertama ini masuk pada wilayah hukum nasional.  yang kedua, hukum islam yang berlaku secara normatif. Adalah hukum islam yang menyangkut praktik keagamaan individu, seperti shalat, puasa, dan ibadah individu lainya.
G.        Transformasi Hukum Islam Dari Fiqh ke Qanun
Boleh dikatakan bahwa fiqh adalah format hukum islam yang terperinci, tetapi tidak sistematis. Fiqh yang datang ke indonesia merupakan pemikiran fuqaha yang tersebar luas dalam kitab-kitab berbahasa arab. Padamulanya, fiqh merupakan acuan kegiatan individu umat Islam Indonesia yang tidak terlembagakan secara resmi dan sistematis.
2.         Pandangan penulis mengenai BAB X :
Membaca dan membahas mengenai Sejarah Sosial Hukum Islam perlu penelaahan yang cukup mendetail. Disebabkan karena pembahasan mengenai masalah ini masih terbilang cukup langka. Oleh karena itu perolehan reasoning ( penterjemahan pola fikir ) berikut banyaknya referensi tentunya sangat diperlukan.
Saat ini referensi atas pembicaraan dan pembahasan mengenai Sejarah Sosiologi Hukum Islam begitu masih sangat langka. Hal ini tentunya agak mempersulit pengembangan didalam menganalisa serta menajamkan pemahaman tentang bagaimana cakupan pembahasan masalah ini.
KESIMPULAN DAN PANDANGAN PENULIS MENGENAI BAB XI :
1.         Kesimpulan :
BAB XI : PEMBARUAN HUKUM ISLAM SEBUAH NISCAYAAN SEJARAH
Pembaruan hukum tidak bisa dilepaskan dari pembaruan pemikiran islam secara keseluruhan.pembaruan hukum islam hanya bagian dari pembaharuan pemikiran Islam, yang meliputi pembaruan dalam bidang pendidikan, politik, kebudayaan, hukum, dan sebagainya. Ide-ide bembaruan ini semakin menggema dan mempengaruhi dunia islam termasuk indonesia setelah munculnya beberapa tokoh pembaru ternama yang melanjutkan gagasan Ibn Taimiyyah, seperti jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan lain-lain.
2.         Pandangan penulis mengenai BAB XI :
Sangat menarik sekali untuk membicarakan mengenai pembaharuan Hukum Islam apalagi ada tokoh-tokoh penggagas atas terciptanya pembaharuan dalam bidang pemikiran Islam sub pemikiran tentang bagaimana Hukum Islam itu diterapkan.
      


























TUGAS KELOMPOK
SEJARAH HUKUM
( RESUME )
( Pendekatan Hukum Islam / Syari’ah )
Pembina : Prof. Dr. Dedi Ismatullah, SH., MH.
        DR. Yuyut Prayuti, SH., MH.



Nama Kelompok :
1.     Imam Kurnia Aryana
                                        NIS : 41038100131025
2.     Lalu Akhmad Farhan
                                        NIS : 41038100131029


Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum
Universitas Islam Nusantara
( UNINUS )
Bandung, 26 Maret 2014

1 komentar:

Ri mengatakan...

Apakah Boleh minta sumber resumenya ?