Minggu, 12 April 2009

Tak memiliki Proffesi yang jelas, jadi anggota Dewan saja. Ada Caleg Busuk, Caleg Linglung, Caleg Duaffa. Rakyat harus hati-hati!.

Pernyataannya masih sangat pedas bahkan masih lebih pedas rasanya jika dibandingkan dengan pedasnya saus sambal mi ayam yang disuguhkan oleh salah seorang rekannya yang juga mantan petinggi DPD Partai Persatuan Daerah (PPD) Jawa Barat, Asep demikian disebut oleh Loudi, mantan Ketua Umum DPD PNI Marhaenisme Jawa Barat ini saat menjamu Mabrur di ruang work shop bisnis ikan hiasnya di Jl. Cikutra dekat Taman Makam Pahlawan kota Bandung.
Pedasnya saus sambal mi ayam suguhan Loudi tersebut memang terasa sekali bahkan sampai Mabrur usai berkunjung dan mewawancarai tokoh pergerakan kota Bandung dan Jawa Barat ini perut terasa sakit sekali.
Di work shop bisnis ikan hiasnya itu masyarakat ramai datang berkunjung. Tidak hanya mereka yang tertarik dengan ikan hias saja akan tetapi masyarakat dari kalangan aktivis Partai Politik, Da’wah Islamiah dan terutama kalangan pergerakan memenuhi work shop bisnis ikan hiasnya. Maka tak ayal lagi wawancara dengan mantan Ketua DPD PNI Marhaenisme Jabar ini berlangsung ditengah kegaduhan orang beli ikan hias dan aktivis berdiskusi.
Komentar pertama dimulai saat Loudi usai membaca Mabrur dan menyerahkan kembalian kepada salah seorang pengunjung work shop yang membeli ikan hiasnya. Dia mencoba mengawali pembicaraan dengan mengomentari tulisan Tajuk Mabrur tentang Politisi Busuk berikut banyaknya Partai Politik kontestan Pemilu 2009 yang harus dicoblos dikaitkan dengan efektivitas perjuangan mengawal perubahan di Republik ini.
Sambil tertawa Loudi mengatakan : “ Mabrur coba angkat tulisan tentang pembusukan kepada rakyat jadi bukan cuman ada Politisi Busuk di Pemilu 2009 tapi ada juga pembusukan kepada rakyat di 2009 nanti “, katanya.
Pembicaraan terhenti sejenak ketika salah seorang keluarganya mengajaknya makan siang dan menawarkan hal tersebut kepada Mabrur. Namun karena masih banyaknya coretan pena yang harus disempurnakan maka tawaran keluarga Loudi itu ditolak dengan halus oleh Mabrur. Sebagai gantinya Loudi mempersilahkan mengambil jajanan apa saja yang tersedia didepan work shop ikan hiasnya berikut dengan minuman beragam macamnya. Mabrur memilih teh botol saja dan sebungkus Dji Sam Soe yang kemudian diantarkan oleh asisten Loudi yang memang sengaja ditugaskan untuk melayani para aktivis disana.
Domba atau Kambing berbaju kain sutra.
Selang beberapa saat ketika Loudi sedang makan masuklah seseorang yang baru saja turun dari mobil Mercedes lalu dia bergegas menuju kursi yang posisinya tidak begitu jauh dengan tempat duduk Mabrur. Sambil meraih kursinya orang tersebut memperkenalkan diri. “ Wah sedang wawancara, ya ?”, katanya. Perkenalkan nama saya Asep rekan Kang Loudi dari Partai Politik.
“ Wah dengan Caleg rupanya “, kata Mabrur. “ Oh bukan, bukan di Partai Politik sekarang itu dulu sekarang sudah tidak lagi “, kata Asep.
Melanjutkan Asep lagi kalau dirinya kini tak mau masuk Partai Politik. Dirinya sudah mendapatkan pelajaran yang banyak sekali dari pencalegan dan kancah Partai Politik pada Pemilu 2004 ketika itu dia masih menjabat sebagai Sekertaris Umum DPD Partai Persatuan Daerah (PPD) Jawa Barat.
Dari kancah Pencalegan pada Pemilu tahun 2004 itu Asep mendapat pelajaran banyak sekali sebagai hikmah yang harus dipetik walaupun Partainya Partai Persatuan Daerah (PPD) tidak meraih satu kursipun di DPRD Jabar apalagi DPRD Kota Bandung. Asep mengatakan bahwa dirinya tidak mau lagi mengikuti kegiatan di Parpol manapun sekarang apalagi ikut-ikuttan Pencalegan.
Menurut Asep pula dirinya tidak mau melakukan kebohongan publik lagi. Karena setiap Caleg dari Parpol manapun pasti akan mendagangkan perjuangan membela kepentingan rakyat dan agama akan tetapi manakala dirinya sudah duduk di Legislatif suaranya bahkan nyaris tak terdengar. “ Yah kalau sudah di Dewan itu yang diperjuangkan kan bukan kepentingan rakyat tapi kepentingan isi perut dan kekayaan pribadi “, sebut Asep.
Ditambahkan oleh Asep lagi kalau begitu caranya dia lebih menghargai orang yang kaya raya karena bisnisnya bukan memancing ikan di air keruh (Korupsi,red) di Legislatif, aji mumpung memanfaatkan situasi dan kondisi sebutnya pula. “ Saya mah lebih menghargai orang yang kaya raya kemudian karena usaha bisnisnya ketimbang memanfaatkan situasi politik di Parlemen untuk kepentingan pribadinya “, katanya.
Menambahkan lagi dia bahwasannya ilustrasi orang yang seperti itu adalah sama dengan domba yang diberi baju dari sutra. “ Jadi orang yang seperti itu tidak jauh beda dengan domba atau kambing yang dipakaikan pakaian dari sutra “, ujar Asep lagi.
“ Kecuali kalau ada Politisi yang berani untuk tidak menjual atas nama rakyat, itu baru namanya Politisi murni yang seperti ini baru hebat namanya “, kata Asep.
Belum lama berselang saat Asep hendak melanjutkan keterangannya Loudi sudah masuk lagi kedalam ruangan wawancara dia kelihatan buru-buru mungkin karena tidak tahan untuk segera menyampaikan pokok pikirannya tentang kondisi Indonesia terkait dengan masalah politisi busuk dan pembusukan politik di tahun 2009. Apalagi suara Asep yang menyampaikan pendapatnya tentang masalah tersebut begitu nyaring sekali mungkin sampai terdengar ketelinga Loudi saat makan dimeja makannya.
DPR dan DPRD sarang penindas rakyat.
Semua yang menyaksikan keadaan Loudi itu tertawa-tawa apalagi beberapa aktivis LSM Pergerakan, Da’wah Islamiah dan kader Parpol ikut pula dalam wawancara Mabrur dengan pebisnis ikan hias yang juga mantan Ketua Umum DPD PNI Marhaenisme Jabar dan digergaji (dinonaktivkan,red) dari posisi Ketuanya oleh Sukmawati Soekarnoputri anak mantan Proklamator RI tersebut tanpa alasan yang jelas.
Walau agak grogi dihadapan Mabrur dan teman-temannya Loudi memaksakan komentar awal keluar dari mulutnya. Katanya : “ Tidak akan ada perubahan nasib rakyat dari Parlemen, kita jangan mau dibodohi para Politisi busuk itu coba anda baca sejarah tentang perubahan politik di tanah air mulai dari jaman Soekarno sampai jaman SBY tidak ada kontribusi DPR terhadap perkembangan negri dan rakyat, mana ada itu non sen (bohong,red) “, katanya sengit.
Melanjutkan Loudi lagi untuk mempertajam pernyataannya, “ pada jaman Soekarno Parlemen di dekrit karena tak mampu bikin Undang-Undang Dasar, pada jaman kekisruhan politik tahun 65 DPR tak mampu membongkar konspirasi politik penguasa, pada jaman Soeharto DPR ikut-ikutan Pemerintah menghajar aktivis, pada jaman reformasi DPR harus dipaksa rakyat menurunkan Soeharto, pada jaman Habibie DPR harus dipaksa aktivis untuk menolak pidato pertanggungjawaban Presiden, pada jaman Gus Dur DPR kayak Taman Kanak-Kanak, pada jaman Megawati Soekarnoputri DPR membiarkan RI dilecehkan Malaysia, Filipina, Singapura lalu Australia dan pada jaman SBY DPR menyetujui kenaikan BBM sampai tiga kali “, demikian Loudi memaparkan penjelasannya.
“ Jadi DPR, DPRD Kabupaten atau Kota itu adalah sarang orang-orang yang bakal menindas rakyat, apakah kita masih bisa percaya kalau para Caleg Parpol itu mengatakan bahwa perubahan harus dilakukan dengan masuk ke DPR, demonstrasi sudah tidak perlu lagi karena tidak ada pengaruhnya ?!!”, sebutnya.
Coba Mabrur lihat Bupati di Garut yang Korupsi siapa yang menurunkannya apakah DPRD Garut ?!, bukan kan, tapi rakyat yaitu dengan melakukan demonstrasi yang panjang dan melelahkan.
Kemudian nasib Buruh dan para Guru siapa yang memperjuangkan nasib mereka selama ini apakah DPRD atau DPR ?!!, tidak kan, yang bisa merubah nasib mereka hanyalah tangan mereka sendiri.
Jadi kita sekarang harus berpikir bagaimana memperkuat basis-basis ekstra Parlemen, karena perubahan sesungguhnya hanya bisa dilakukan oleh kekuatan ekstra Parlementer dengan pisaunya adalah demonstrasi. Kita harus bisa menekan Presiden, Gubernur, Walikota bahkan DPRD maupun DPRnya sekalipun “ Mari kita galang kekuatan rakyat melalui ekstra Parlementer “, kata Loudi.
Kita jangan lagi percaya dengan para Politisi busuk tersebut apalagi jumlah mereka sangat banyak seiring dengan banyaknya Parpol kontestan Pemilu 2009. “ Mau apa mereka masuk DPR atau DPRD, mau memperjuangkan rakyat ?!!, bohong rata-rata mereka yang menjadi Caleg tidak memiliki sumber proffesi yang jelas, dari profesi mana misalnya apakah wiraswasta, dosen atau bekas PNS mantan Purnawiraan ABRI, Wartawan atau juga yang lainnya “, kata Loudi.
Sehingga masuknya mereka itu ke DPR atau DPRD Kota / Kabupaten hanya untuk mencari gaji berikut fasilitas lainnya dari negara. “ Orang-orang itu tak mau lagi berusaha yang halal, ingin dapet duit dengan jalan pintas dengan membodohi rakyat “, sebut Loudi.
Caleg busuk, linglung dan duaffa.
Jadi wajar kalau sekarang dimasyarakat berkembang rumor ada Caleg Busuk, Caleg Duaffa dan Caleg linglung kata Mantan Ketua DPD PNI Marhaenisme Jabar ini.
Tentang pembusukan kepada rakyat dan Parpol, mana yang harus dipilih pada Pemilu 2009 nanti, Loudi menyampaikan kepada Mabrur bahwasannya rakyat harus lebih hati-hati dalam menentukan pilihannya terutama mencermati kepada beberapa Parpol yang bisa dibilang telah turut mewarnai DPR dan DPRD dari sejak Pemilu jaman Soeharto sampai jaman SBY ini.
Parpol-Parpol itu telah terlibat beberapa kali menentukan kebijakan yang diputuskan Pemerintah dan itu akibatnya menindas rakyat. Jaman SBY misalnya rakyat telah dibodohi dengan keputusan kenaikan harga BBM yang mengakibatkan tidak sedikit rakyat dipegunungan, pedesaan, pinggiran kota dan perkotaan juga menjadi gelagapan karena harus mencari pengganti minyak tanah yang naik harganya sampai keujung langit.
Partai-Partai besar ini apakah yang bermerk (berazas,red) Nasionalisme, agama atau kekaryaan tidak ada yang berjuang untuk menentukan perubahan nasib rakyat Indonesia kedepannya, mereka justru hanya menikmati fasilitas negara saja berupa gaji, kendaraan, perumahan ditambah yang lain-lainnya. “ Semuanya cuman cari kueh (fasilitas,red) saja ogah (malas) usaha “, kata Loudi.
Jadi rakyat jangan pilih Parpol besar yang bermerk kekaryaan, nasionalisme dan agama. Mereka sudah banyak menikmati APBN dan APBD Propinsi. Namun mari kita berpikir agar bagaimana Legislatif itu dapat dengan mudah kita tekan supaya gaji guru, upah para buruh bisa diharapkan terperbaiki serta yang lain-lainnya seperti perubahan dibidang Pendidikan, sektor jasa, lingkungan berwawasan Iptek dan beraroma religius harus bisa diPerdakan oleh anggota Dewan. Dan itu harus dari anggota Dewan yang baru-baru dari Parpol baru. Muka-muka segarlah kata Loudi lagi.
Geser Parpol besar seperti kita menggeser Soeharto.
Saya kasihan sama Parpol kecil yang lolos Pemilu 2009 berikut dengan Partai baru yang ikut Pemilu nanti di 2009 “, katanya. Mereka harus kita berdayakan dipanggung kekuasaan walaupun harus dikawal juga oleh rakyat melalui konsentrasi ekstra Parlementer. Berapa biaya yang harus mereka habiskan sementara Partai-Partai ini belum punya anggota Dewan, belum terdaftar di Kesbang Linmas yah kasihanlah, kata Loudi.
“ Nah Partai-Partai kecil ini kan belum menikmati APBN atau APBD Propinsi jadi nggak berani macam-macamlah apalagi kalau kita rakyat ini kompak mengawasi mereka, perkuat ekstra Parlemen, rakyat harus kompak atur bargaining posision (pergantian,red) kekuasaan dari Parpol besar ke Parpol baru seperti saat kita menurunkan Soeharto “, kata Loudi. (Amar).